JABARTODAY.COM – BANDUNG — Kehadiran sarana transportasi nan mumpuni memang dapat mendongkrak laju pertumbuhan ekonomi. Karenanya, pemerintah menggulirkan sejumlah program pembangunan infrastruktur. Satu di antaranya Kereta Cepat Bandung-Jakarta.
Guna memuluskan rencana dan agenda besar itu, selaku lembaga BUMN yang bergerak pada sektor perkeretaapian, PT Kereta Api Indonesia (KAI) (Persero) berkomitmen mendukung program itu. Satu di antaranya, melakukan penertiban aset, utamanya, yang berada pada lahan yang menjadi trase jalur Kereta Cepat Bandung-Jakarta.
“Benar. Ada beberapa titik yang menjadi lokasi penertiban aset di wilayah kerja kami. Antara lain, Rancaekek, Gadobangkong, Kertamulya, dan Cilame. Penertiban yang baru saja kami lakukan di Cilame,” tandas Kepala Humas PT KAI (Persero) Daerah Operasional (Daop) 2 Bandung, Joni Martinus.
Joni mengemukakan, di wilayah kerjanya, terdapat 2 titik lagi yang merupakan lokasi terakhir penertiban aset. Yaitu, sebutnya, Kertajaya dan Mekarsari.
Di Kertajaya, ungkapnya, terdapat sebanyak 47 bangunan yang segera ditertibkan. Luasnya, lanjut Joni, sekitar 3.654,24 meter per segi. Sedangkan di Mekarsari, imbuh Joni, pihaknya bersiap menertibkan 207 bangunan. Luas lahannya, sambung dia, mencapai 12.515,58 meter per segi.
Menurutnya, ke-2 titik itu menjadi lokasi penertiban terakhir karena penanganannya yang tidak ringan. Pasalnya, jelas Joni, masih banyak warga di 2 titik itu yang menolak penertiban. Alasannya, kata Joni, mereka menginginkan adanya kenaikan nilai ganti rugi.
“Padahal, aturannya, kami tidak menngeluarkan dana ganti rugi. Yang kami kucurkan adalah biaya bongkar karena bangunan-bangunan itu berdiri pada lahan kami, yang notabene merupakan milik negara. Nilai biaya bongkar Rp 250 ribu per meter untuk bangunan permanen dan Rp 200 ribu per meter bagi bangunan semi-permanen,” paparnya.
Kendati demikian, tegas Joni, pihaknya siap melakukan penertiban. Namun, ucapnya, sebelum melangsungkan penertiban, pihaknya melakukan berbagai upaya. Saat ini, katamya, pihaknya melakukan sosialisasi lanjutan dan pendekatan persuasif.
“Kami terus memberikan edukasi, pengertian, dan pemahaman kepada warga dan penghuni yangenempati bangunan-bangunan itu, bahwa mereka menempati lahan milik negara, yang sewaktu-waktu bisa negara ambil kembali,” tutup Joni. (win)