
JABARTODAY.COM – Praktik prostitusi kini semakin praktis dan mudah. Kemudahan itu tercipta dengan munculnya internet sebagai alat transaksi hubungan seks komersial yang dilakukan secara online. Setelah itu para pengguna Pekerja Seks Komersial (PSK) itu berhubungan melalui handphone dan membuat janji kencan sesuai yang mereka sepakati.
Pandangan itu mencuat dalam bedah buku Tindak Pidana Prostitusi (Online) yang ditulis oleh Dr. Oksidelfa, dosen Fakultas Hukum Universitas Pamulang.
Diskusi bedah buku tersebut juga menampilkan dua orang pembahas yaitu Pakar Krimonologi, Universitas Indonesia Prof. Dr. Muhammad Mustofa dan artis Peggy Melati Sukma yang kini berganti nama menjadi Khadijah.
Oksidelfa merisaukan adanya fenomena prostitusi online karena efeks sosialnya yang merusak, namun lebih jauh dari itu pelakunya juga melibatkan remaja belasan tahun.
“Saya prihatin karena pelakunya masih anak anak muda belasan tahun, mereka ini seharusnya berada dalam usia belajar, namun terjerat seks bebas,” jelas Oksidelfa.
Menurut Oksidelfa, selama ini instrumen hukum belum mampu menjerat pelaku prostitusi karena belum ada pasal yang bisa menjerat mereka. Hukum baru menyentuh mucikari dan PSK.
“Oleh karena itu ke depan KUHP juga harus memuat sanksi bagi pelakunya,” jelas Oksidelfa.
Sementara itu, Prof. Muhammad Mustofa berusaha mengupas isi buku Tindak Pidana Prostitusi Online. Menurut Mustofa buku tersebut perlu diperkuat dengan kajian akademik yang lebih akurat, terutama kaitannya dengan konstruksi teoritik yang menjadi dasar riset.
“Kekeliruan memilih sumber pokok kajian atau teori akan berdampak pada kesalahan dalam pengambilan kesimpulan, sebagai karya ilmiah, setiap peneliti harus disiplin pada metodologi,” demikian Muhammad Mustofa mengingatkan.
Menurut Muhammad Mustofa, prostitusi di Indonesia bukan muncul sejak penjajahan sebagaimana yang telah ditulis Oksidelfa, namun sesungguhnya prostitusi itu telah lama menjadi kebiasaan orang Indonesia sebelum penjajahan Belanda (Jos)