Melongok Aktivitas Keseharian Mahasiswa di Jatinangor (2-habis)

Tak Ingin Konsentrasi Kuliah Terganggu, Lebih Baik Ngutang Dahulu

Irwan (25), pelayan di warung makan milik Zaki (35), saat melayani salah satu konsumen, beberapa waktu lalu. Sebagian konsumen rumah makan ini berasal dari kalangan mahasiswa (JABARTODAY.COM/DEDE SUHERLAN)

JABARTODAY.COM – SUMEDANG

KALAU sudah menyangkut urusan perut, revolusi bisa terjadi. Namun, itu biasa terjadi di ranah politik. Lalu, bagaimana hubungan antara dengan pola makan mahasiswa di warung makan dengan revolusi? Di sinilah posisi penting dari keberadaan warung makan yang tidak dipisahkan dengan geliat aktivitas kehidupan mahasiswa di Jatinangor.

Konon, setiap akhir bulan, mahasiswa yang memiliki kantong pas-pasan akan berhadapan dengan masa-masa memprihatinkan. Selain, uang di saku sudah kempis, untuk meminjam ke kawan-kawan sesama mahasiswa pun, tak mudah untuk dilakukan.

“Mau minjam kepada mahasiswa yang terlihat kemampuan ekonominya ada di atas kita, gengsi atuh! Imej kita di mata mereka bisa turun. Namun, untuk meminjam ke kawan-kawan senasib juga, ya kasihan. Mereka juga kan lagi bokek,” kata mahasiswa Fakultas Sastra Unpad, Saeful Nugraha (23), beberapa waktu lalu.

Kata Saeful, karena urusan perut tak bisa ditawar-tawar, terpaksa dia melakukan jalan pintas, nganjuk ke warung makan.
“Urusan makan mah sangat mendesak. Jika tidak segera dipehuhi, pengennya marah-marah melulu. Imbasnya konsentrasi untuk kuliah menjadi terganggu. Wajar jika ada yang mengatakan, jika urusan perut tidak segera terpenuhi, yang namanya revolusi bisa segera terjadi. Kondisi itu juga terjadi pada diri saya yang berlatar belakang ekonomi pas-pasan. Harapan negara yang diembankan kepada saya untuk menjadi agen of change atau agen perubahan, tak mungkin bisa diwujudkan,” kata Saeful sambil senyum di kulum.

Mahasiswa lainnya Beben Nur Fajar (23), mahasiswa semester VI Institut Manajemen Koperasi Indonesia (Ikopin) mengatakan, antara dia dengan warung makan ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Bagi mahasiswa asal Cianjur ini, warung makan menjadi pelengkap hidup yang tidak bisa dipisahkan dari aktivitasnya sebagai mahasiswa perantauan.

Beben mengungkapkan, sebagai pecinta warung makan, dia sudah tahu betul warung makan mana saja yang menyajikan makanan yang sesuai dengan forsi mahasiswa.

“Di dekat kampus, ada warung makan yang rasa makanannya enak-enak. Namun, bukan itu saja, yang lebih penting harga makanannya murah-murah. Bahkan, jika lagi kepepet, bisa nganjuk pula. Pokona mah tiasa diajak badami,” kata Beben.
Namun, ternyata, selain ada warung makan yang menyediakan fasilitas nganjuk kepada para mahasiswa, seperti warung makan Nu Sasari, di Jalan Caringin, ada juga warung makan yang tak mau menyediakan fasilitas itu. Warung makan yang lokasinya tepat di pinggin Jalan Raya Jatinangor, di dekat Kampus Ikopin dan IPDN, justu anti mengutangkan makanan kepada konsumen.

“Daripada nagihnya susah, lebih baik bayar crung-creng saja. Dari dulu saya tidak pernah mengutangkan makanan kepada konsumen. Lebih baik begini. Lebih aman,” kata pemilik warung, Zaki (35). (DEDE SUHERLAN)

Related posts