Edi Siswadi “Baru” Jadi Saksi Kasus Bansos

edisiswadi.com

JABARTODAY.COM – BANDUNG

Sekretaris Daerah Kota Bandung, Edi Siswadi mengakui kekeliruannya dalam memperhatikan peraturan yang terkait dengan penyaluran dana bantuan sosial (bansos). Pada 2009, dirinya yang menjabat Sekretaris Daerah, juga selaku Kuasa Pengguna Anggaran, yang memiliki wewenang dalam menyalurkan dana tersebut. Hanya saja, setelah dikeluarkan Peraturan Walikota (Perwal) Bandung No 107/2010, pembagian dana itu juga diatur pengelolaannya. Hal itu disampaikan Edi dalam keterangannya di sidang perkara Dana Bansos Kota Bandung 2009/2010 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung.

“Saya hanya berpikiran kalau dana itu dibutuhkan masyarakat. Tidak ingat, bila peraturan telah diubah, dan kita masih mengikuti sistem sebelumnya,” ujar Edi, di Ruang Sidang I Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (14/8).

Menurutnya, kurangnya sosialisasi mengenai Perwal 107/2010 itu, menjadikan penyaluran dana bansos terlihat seperti memiliki pelanggaran. Namun, dikatakan Edi, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak menemukan adanya masalah dalam penyaluran dana bansos tahun 2009. Karena penyaluran dana mencapai 100% dan hingga kini tidak ada keluhan dari masyarakat.

Edi sendiri berwenang mengelola anggaran dana bansos pada 2009, sedangkan pada 2010, kewenangan itu diserahkan kepada Asisten III Administrasi Umum. Sehingga dirinya tidak mengetahui secara detail, mengenai penyaluran dana tersebut pada tahun itu. Namun, Edi mengaku mengetahui soal temuan BPK mengenai adanya masalah dalam pengelolaan dana pada 2010.

“Saya mengetahui, karena Inspektorat mengekspose, unit mana saja yang ada temuan. Dan BPK meminta untuk melengkapi (data pemohon/penerima bansos), seperti surat, kuitansi, atau apapun yang menunjukkan dana tersebut hingga ke orang yang membutuhkan,” akunya.

Untuk fungsi pengawasan, dibuatlah tim verifikasi, yang juga bertugas memeriksa kelengkapan, serta menentukan besaran dana yang akan disalurkan, juga dibutuhkan oleh masyarakat.

“Alasan saya menandatangani SPM (Surat Perintah Membayar). Dikarenakan beberapa alasan, seperti akan disalurkan kepada yang memerlukan, dan telah disepakati oleh pejabat terkait. Maka itu, tak ada alasan bagi saya tidak menyetujui (penyaluran bansos),” ungkap Edi.

Edi sendiri tidak mengetahui lagi soal pertanggungjawaban dana bansos, apakah sampai atau tidak ke masyarakat. Karena dirinya, secara detail tidak pernah mendapatkan laporan dari bendahara pengeluaran, hanya saja di akhir tahun sering ada pelaporan. Ditambah untuk bansos 2009, tidak ada laporan berkesinambungan, tahunan, bulanan atau triwulan.

Dirinya juga menyatakan, penilaian yang berhak atau tidak menerima dana bantuan tersebut, tergantung masyarakat. Yang ia pikirkan, pemohon dana tersebut adalah masyarakat yang sangat membutuhkan.

Menanggapi adanya anggaran Tunjangan Hari Raya di dalam bansos, mantan Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung itu mengungkapkan, secara spesifik di Sekretariat Daerah tidak ada anggaran tersebut. Dalam kesempatan itu, ia menegaskan tidak pernah menerima uang dari Rochman, salah satu terdakwa, sebagai imbalan menerbitkan SPM.

” Saya tidak pernah menerima dana apapun dari Rohman,” tegas Edi.

Edi sendiri hadir untuk memberikan keterangan bagi 7 terdakwa dana bansos, yaitu Firman Himawan, Lutfan Barkah, Yanos Septadi, Uus Ruslan, Rochman, Ahmad Mulyana, dan Havid Kurnia. Sebelumnya, dalam beberapa pemanggilan, Edi sempat tidak datang dalam persidangan, disebabkan beberapa hal.

Sidang akan dilanjutkan usai Idul Fitri nanti, tepatnya Selasa (28/8), dengan tetap mendengarkan keterangan saksi. Tim Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat sendiri akan menghadirkan saksi ahli, serta Walikota Bandung Dada Rosada, dalam sidang tersebut.

Kasus dana bansos yang terjadi tahun 2009-2010 ini diperkirakan merugikan keuangan negara sekitar Rp 68 miliar (versi Kejakti Jabar), sedangkan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Jabar menyebutkan Rp 9,8 miliar. (AVILA DWIPUTRA)

Related posts