Azyumardi: Tanpa Toleransi, Indonesia Terancam Disintegrasi

Azyumardi Azra (liputan6)
Azyumardi Azra (liputan6)

JABARTODAY.COM – BANDUNG. Sejak reformasi 1998 bergulir, Indonesia memasuki babak akhir dari sejarah kemanusiaan, yakni dengan berlakunya Demokrasi-Liberal dalam segala aspek kehidupan. Bila tanpa toleransi dan saling pengertian antar elemen bangsa, keragaman berbagai kelompok sosial di masyarakat Indonesia justru akan memicu disintegrasi bangsa.

Demikian benang merah gagasan yang disampaikan guru besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra dalam Kuliah Umum yang diselenggarakan oleh Departemen Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia (UPI),  Senin (15 /12/2014).

Dalam makalahnya bertajuk  Sejarah, Demokrasi, Integrasi dan Karakter Bangsa, Azyumardi menyampaikan Indonesia dihadapkan pada tantangan baru berupa disintegrasi yang disebabkan oleh keragaman, yang justru bisa berbuah kehancuran bila tidak ada toleransi dan kesaling-pengertian di antara berbagai kelompok sosial yang hidup di dalamnya. Karena itu, ia memandang penting adanya diskursus sejarah yang obyektif sehingga bangsa ini bisa membangun dan menatap masa depannya dengan baik.

“Diskursus sejarah memiliki peranan penting yang bisa menentukan arah kebangsaan. Akan tetapi, dalam setiap masa, manifestasi peranan itu bisa berbeda-beda. Di masa Orde Baru sekaligus masa-masa sebelumnya, dengan dalih untuk menjaga keutuhan negara, diskursus sejarah kerap dijadikan alat bagi legitimasi rezim kekuasaan. Oleh karenanya, alih-alih bersifat dialogis, diskursus sejarah, baik di lingkungan pendidikan maupun umum, justru malah lebih sarat akan indoktrinasi,” jelas Azyumardi,

Ia mengajukan  satu jalan keluar, yakni dengan menjadikan diskursus sejarah, terutama yang berlangsung di sekolah-sekolah, sebagai pendidikan kewargaan. Tujuannya untuk menghasilkan masyarakat madani (civil society). Dengan begitu, Azyumardi berkesimpulan, konflik komunal akan bisa dihindari, atau paling tidak diminimalisir.

Sejarah, jelas Azyumardi, memberikan kesempatan kepada manusia untuk memiliki pengetahuan tentang dirinya dan masalah-masalah yang dihadapinya. Pemahaman tentang semua ini penting bagi pembentukan nilai-nilai, sekaligus pula menumbuhkan rasa identitas (sense of identity), baik pada tingkat individu-personal maupun komunal-nasional.

“Masing-masing individu yang berdiam diri di Indonesia mesti warganegara yang sensitif sekaligus berpartisipasi aktif dalam laju riwayat kebangsaan. Dan, syaratnya satu, yakni mengubah tradisi pengajaran sejarah yang bersifat doktriner menjadi lebih dialogis,” ujarnya. (Yoga Prayoga).

Related posts