Terjadinya berbagai perkembangan global berefek pada situasi dan kondisi ekonomi nasional. Hal itu pun berpengaruh pada perekonomian regional. Dalam hal ini, Jabar pun terkena imbasnya.
Kepala Bank Indonesia Kantor Wilayah VI Jawa Barat-Banten Dian Ediana Rae mengemukakan, secara tahunan, laju pertumbuhan ekonomi Jabar pada periode tiga bulan perdana tahun ini lebih lambat daripada periode yang sama tahun sebelumnya. Selama triwulan I 2014, pertumbuhan ekonomi Jabar sekitar 5,5 persen. “Sedangkan periode yang sama tahun lalu 6,3 persen,” tandas Dian di Kantor BI Wilayah VI Jabar-Banten, belum lama ini.
Menurutnya, situasi ini terjadi karena tertahannya kinerja ekspor sebagai efek kondisi global, utamanya, kondisi Cina, yang sepenuhnya belum pulih. Meski begitu, kata penggemar barang antik ini, situasi tersebut sejalan dengan kebijakan pemerintah dan BI, yaitu mengurangi defisit transaksi berjalan guna menjaga stabilitas makro ekonomi.
Berkenaan dengan inflasi, Dian menerangkan, inflasi rendah dan stabil dapat membantu perbaikan indeks daya beli masyarakat. Hal itu pun, sambung dia, dapat memperkecil terjadinya ketimpangan sosial, antara kalangan kaya dan miskin. “Rendahnya inflasi pun dapat mendorong pertumbuhan investasi secara lebih baik,” ucapnya.
Pada periode Januari-Maret 2014, sebutnya, inflasi Jabar tergolong rendah dan stabil, yaitu 1,38 persen. Ini, jelas dia, angka terendah jika perbandingannya dengan provinsi lain di Jawa. Untuk inflasi tahunan, hingga Mei 2014, inflasi Jabar 7,02 persen. “Di Jawa, ini masih terendah,” sambungnya.
Dia menjelaskan, tergolong rendahnya inflasi itu karena korekasi harga pangan, ketersediaan pasokan, serta lancarnya distribusi. Akan tetapi, sahutnya, ada hal yang perlu mendapat perhatian karena dapat memicu inflasi di Jabar, yaitu naiknya tarif dasar listrik (TDL) industri dan rumah tangga, kenaikan harga elpiji, kekeringan, serta situasi musiman, yaitu Ramadan, Idul Fitri, dan akhir tahun. (ADR)