Dadang Suganda Sebut Ada Kesan Panik dalam Tuntutan PU KPK

Terdakwa perkara korupsi RTH Kota Bandung, Dadang Suganda, memberikan keterangan usai persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Kamis (6/5/2021). (jabartoday/eddykoesman)

JABARTODAY.COM – BANDUNG Isi replik atau tanggapan penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi atas pledoi terdakwa perkara korupsi proyek pengadaan ruang terbuka hijau (RTH) Kota Bandung, Dadang Suganda, dinilai kontradiktif dari fakta-fakta persidangan.

Upaya pembelaan berdasarkan data, alat bukti, dan kesesuaian keterangan saksi fakta maupun saksi ahli dinilai tidak dijadikan pertimbangan hukum dan dianulir oleh PU KPK.

Hal ini diutarakan kuasa hukum Dadang Suganda, Anwar Djamaluddin, usai sidang lanjutan perkara korupsi RTH di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Kamis (17/6/2021).

Menurut Anwar, isi replik PU KPK bersifat normatif retorik serta tidak didukung oleh fakta-fakta hukum sebagaimana yang telah terbukti dalam persidangan, dan itu nampak sebagai salah satu bentuk kepanikan.

“PU dalam perkara ini berusaha mencari kesalahan dan terus berusaha menjerat terdakwa,” tukas Anwar.

Berita Terkait

Terbukti, lanjut dia, berdasarkan keterangan saksi-saksi dalam persidangan justru menyatakan sebaliknya. Maka itu, pihaknya

keberatan dan menolak seluruh dakwaan yang disampaikan PU KPK.

Anwar menerangkan, tidak ada satupun temuan tindak pidana korupsi RTH yang dilakukan terdakwa. Untuk itu, dia meminta majelis hakim untuk membatalkan perkara korupsi RTH demi hukum.

Penilaian panik terhadap PU KPK dalam dakwaan perkara korupsi RTH, juga dikemukakan Dadang. Atas fakta itu, dia berharap majelis hakim obyektif dalam memutuskan perkara, jangan terpengaruh oleh tuntutan PU, apalagi merasa tertekan.

“Semoga majelis hakim obyektif dalam memutuskan perkara, tidak terpengaruh tuntutan PU KPK,” ucap Dadang. 

Menyoal tudingan adanya persekongkolan dalam proyek pengadaan lahan RTH, Dadang mengatakan, itu terbantahkan oleh keterangan saksi-saksi dari unsur ASN yang banyak yang tidak mengenal dirinya.

Terlebih dalam hal kerugian keuangan negara. Transaksi jual beli tanah dengan mekanisme ganti rugi malah memberikan keuntungan.

“Dulu harga tanah misanya Rp 200 ribu satu meter sekarang sudah Rp 2 juta. Dimana kerugian negara karena nilai tanah kini jadi berlipat ganda. Malah saya dirugikan, dengan dijadikan terdakwa tanpa dibuktikan dulu kesalahannya,“ sebutnya.

Berkaca dari kasus yang menjeratnya, Dadang memandang ada ketidakadilan dari sikap KPK. Bahkan terkesan ingin mendzolimi dirinya sehingga dijadikan terdakwa.

“Kalau memang saya bersalah, kenapa yang lain yang juga sama-sama menjual tanah tidak dijadikan bersalah juga. Saya dituntut sembilan tahun. Ini ada apa? Saya melihat ini ada kepanikan di PU KPK,” terangnya.

Diulanginya bantahan terhadap sebutan makelar tanah hingga kingmaker pengadaan lahan untuk RTH di Kota Bandung, Dadang menjelaskan, tidak akan ada makelar terima ganti rugi dari pemerintah.

“Saya itu mendapat ganti rugi dengan ditransfer ke rekening pribadi. Itu membuktikan bahwa saya itu bukan makelar,” pungkasnya. (*)

Related posts