Ahli hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menilai pemberian grasi terhadap beberapa gembong narkoba oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sangat disesalkan karena dinilai tidak tepat sekalipun dengan alasan bahwa hukuman mati bertentangan dengan pasal 28 ayat 1 UUD 1945 dan melanggar pasal 4 UU No 39/1999 tentang HAM.
Menurut Yusril, jika SBY merasa hukuman mati itu bertentangan UUD 1945 dan HAM maka presiden harus mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) penghapusan hukuman mati. “Saya pikir bukan presiden yang berwenang menentukan bertentangan atau tidak, hal itu adalah kewenangan MK utuk menilainya. Presiden sebaiknya mengajukan RUU hapuskan hukuman mati?,” kata Yusril.
Yusril juga menyesalkan sikap SBY karena telah menganggap masyarakat Indonesia tidak sadar hukum. “Tanya ulama-ulama apakah kesadaran hukum orang Indonesia anggap hukuman mati bertenta ngan dengan kesadaran hukum atau tidak?,” jelas dia.
Dia menjelaskan pemberian grasi kepada Schapelle Leigh Corby, terpidana 20 tahun penjara dalam kasus narkoba oleh SBY hingga saat ini tidak jelas. “Sekarang alasan hukuman mati, Corby dan Grobman kan tidak dihukum mati, tapi dikasih grasi juga. Alasan Presiden beri grasi kasus narkoba enggak jelas,” kata dia.
Mantan Menteri Sekretaris Negara itu justru melemahkan Badan Narkotika Nasional (BNN) yang tengan bekerja keras memberantas gembor narkoba. “Presiden kini sedang memperlemah BNN,” jelasnya. [far]