Wakil Gubernur Jawa Barat, Dede Yusuf mencurigai para imigran gelap yang telah menggunakan Jalur selatan Jawa Barat tidak hanya sebagai pintu keluar menuju kepulauan Christmas, tetapi juga menjadi peredaran narkotika. Pelaku memilih lintasan tersebut karena sistem pengawasan lalulintas imigran maupun narkoba di jalur tersebut dinilainya masih lemah.
Dede Yusuf yang juga Ketua Badan Narkotika Provinsi (BNP) Jawa Barat Dede Yusuf ini mengatakan hal itu usai membuka kegiatan Fasilitasi peran komunitas dalam upaya peningkatan pemahaman masyarakat tentang pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Kamis (26/4/12).
Dede Yusuf juga mencurigai pengiriman sejumlah uang dalam jumlah besar kepada keluarga imigran yang ditinggalkan.”Agak aneh itu, karena selama berada di tempat transit atau Indonesia, mereka tidak memiliki pekerjaan,” jelas Dede Yusuf. Untuk meloloskan barang narkoba tersebut mereka kerjasama dengan oknum tertentu dengan imbalan uang suap berkisar Rp 25 juta.
Dede Yusuf mengungkapkan, Indonesia hanya menjadi tempat transit sebelum menuju kepulauan Christmas, Asutralia. Warga asing tersebut masuk ke Indonesia dengan cara resmi. Namun, sesampainya di Indonesia, mereka membuang atau melenyapkan identitas atau paspor. Selanjutnya mereka bermukim dalam satu wilayah menunggu pemberangkatan.
International Organization for Migration (IOM) memperkirakan jumlah imigran gelap yang masuk sekitar 7.000 orang, sedangkan yang terdata hanya sebanyak 617 orang. Dari jumlah tersebut sekitar 2.000 di antaranya diperkirakan ada di wilayah Jawa Barat.
”Kami akan ungkap siapa yang menjadi sponsor. Tidak mungkin mereka dengan leluasa bisa masuk dan keluar kalau tak ada yang membantu atau menjadi sponsor,” katanya. [alfian]