Tongkat Kemanusiaan Nabi Musa

Oleh: Muzakhir Rida

Pada saat Musa diangkat menjadi Rasul, ia diperintah untuk menyelamatkan Bangsa Israil dan memberikan peringatan kepada Firaun dan Haman. Maka Musa dibekali dengan mukjizat yaitu tangan yang dapat bersinar terang, juga tongkat yang selama ini berguna dalam kerjanya sebagai penggembala dapat berubah menjadi ular yang nyata.

Disaat itu Allah juga mengangkat Harun sebagai Rasul, karena kefasihan Harun dalam berdiplomasi dan menerangkan sesuatu. Musa menyadari bahwa dia memerlukan orang yang seperti Harun dalam dakwahnya. Musa tahu yang dihadapi bukan sekedar tiran yang bebal. Tetapi seorang raja yang memiliki peradaban maju dan paling moderen di zaman itu.

Mereka  didukung oleh Haman dan para cerdik cendikia. Musa yang pernah tinggal di istana Firaun, tentu saja mengetahui bagaimana sistem yang mendukung kerajaan Firaun sehingga bertahan dari generasi ke generasi. Mesir bertahan bukan karena bala tentara-nya tetapi karena penguasaan mereka terhadap ilmu pengetahuan.

Dan Kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya: “Ambillah olehmu berdua beberapa buah rumah di Mesir untuk tempat tinggal bagi kaummu dan jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu tempat shalat dan dirikanlah olehmu sembahyang serta gembirakanlah orang-orang yang beriman”. (QS Yunus 87).

Strategi Musa memasuki kembali ibukota Mesir saat itu dilakukan dengan cara  tidak langsung menemui Firaun. Namun ia lebih dahulu kembali kepada masyarakatnya yaitu Bangsa Israil yang hidup di lokasi-lokasi yang telah dikhususkan buat mereka sebagai budak bangsa Mesir.

Musa menyadarkan masyarakat Israil untuk membangun sebuah peradaban baru (tamaddun tauhid), itulah yang lebih utama dilakukan. Saat itu sebagian dari mereka telah tenggelam dalam paganisme dan pasrah dengan perbudakan Mesir. Padahal mereka itu datang ke Mesir pada zaman Yusuf dan menjadi tulang punggung kebangkitan Bangsa Mesir. Ketika tauhid telah bersemi kembali dan konsep hijrah untuk membangun tamaddun telah menjadi ide bersama bangsa Israil barulah Musa meminta Firaun membebaskan mereka.

Terkait tongkat Nabi Musa ini perlu kiranya penulis memberikan tekanan khusus. Sebagaimana fungsi tongkat umumnya, selama ini dipakai untuk berjalan, mengecek sesuatu dibalik semak belukar, alat pertahanan, menjangkau sesuatu, alat jemuran, juga dapat dijadikan sandaran jika lelah berjalan. Memang banyak fungsinya dari sepotong kayu lurus itu, termasuk bahkan bisa juga jadi tempat jemur pakaian atau juga mengibarkan spanduk demo. Begitulah fungsi tongkat menjadi alat manusia sejak kehidupan purba dimulai. Kehadiran tongkat ini dalam dakwah Musa juga mengisyaratkan kita untuk mempergunakan sebuah peralatan yang multi fungsi dan memiliki efek berantai.

Dalam kisah Musa, tongkat itu menunjukkan mukjizat yang bukan hanya berubah menjadi ular saja, tetapi juga dapat memancarkan air dan membelah lautan. Hal ini dapat dilihat dalam peristiwa berikut :

Yang pertama, Firaun menantang Musa dengan menghadapkan Musa kepada para ahli sihirnya. Tongkat Musa berubah menjadi ular yang sebenarnya dan menelan ular-ular sihir yang sebenarnya hanya tipuan mata. Mengetahui bahwa tongkat nabi Musa menjadi ular “benaran” bukan tipuan, para ahli sihir itu kemudian menjadi beriman dan tetap beriman walaupun mereka disiksa dengan kejam oleh Firaun.

Ahli Sihir Modern

Kekuasaan para Firaun sebenarnya sangat dibantu oleh ahli-ahli sihir, yang mengelabui rakyat dengan doktrin palsu dan ilusi. Rakyat dinina bobokkan, ataupun diteror dengan penipuan licik. Sesungguhnya Firaun itu takut dengan rakyat yang ditindasnya. Ahli sihir moderen juga banyak, mereka berprofesi sebagai ekonom, ustadz, pendeta, politisi dan lain-lain. Mereka menyodorkan tipu daya dan ilusi bagi kita. Teori-tori ekonomi dibuat untuk mengesahkan agar asset negara hanya dikuasai oleh segelintir orang. Seperti teori trickle down effect yang kemudian memperkaya Suharto dan konglomerat Cina-nya.

Firaun, Karun dan Haman moderen menggunakan teori sihirnya untuk menyodorkan hutang yang seakan-akan lunak dan mampu dibayar. Juga seperti halnya Teori sihir Revolusi Hijau yang diyakinkan untuk membasmi kelaparan dunia ketiga ternyata tidak lebih dari strategi gurita kapitalisme industri kimia yang kini semakin menyengsarakan petani.

Mereka kini juga menampilkan ilusi bahwa hanya dengan menjual asset negara akan menyelamatkan BUMN dan menghapus hutang, bukankah itu sihir IMF yang mesti ditanda tangani sebagai syarat agar dunia dapat membantu Indonesia dalam menghadapi krisis moneter 1998. Sudah hampir 10 tahun LOI itu ditanda tangani maka sudah sampai manakah bantuan itu?

Maka oleh tongkat Musa moderen harus dapat menelan sihir itu semua, dengan menampilkan fakta bukan teori lagi. Fakta yang menyebabkan para ahli sihir itu tercengang dan beriman. Muhammad Yunus Grameen Bank Bangladesh telah menelan sihir ekonomi itu, dia membalikkan teori dan menciptakan paradoks dengan memberikan kredit kepada pengemis. Dunia terperangah dan memberikannya nobel, seluruh aktifis dunia kini pun beriman dan bergiat ala Yunus untuk mengatasi kemiskinan. “Kemudian Musa melemparkan tongkatnya maka tiba-tiba ia menelan benda-benda palsu yang mereka ada-adakan itu” (QS Asy Syu’araa 45)

Yang Kedua, “Dan mereka Kami bagi menjadi dua belas suku yang masing-masingnya berjumlah besar dan Kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya: “Pukullah batu itu dengan tongkatmu!”. Maka memancarlah daripadanya duabelas mata air. Sesungguhnya tiap-tiap suku mengetahui tempat minum masing-masing. Dan Kami naungkan awan di atas mereka dan Kami turunkan kepada mereka manna dan salwa. (Kami berfirman); “Makanlah yang baik-baik dari apa yang telah Kami rezkikan kepadamu”. Mereka tidak menganiaya Kami, tetapi merekalah yang selalu menganiaya dirinya sendiri.” (QS Al ‘Araaf 160)

Batu adalah tempat yang paling terakhir akan kemungkinan adanya sumber air. Tapi dengan pukulan tongkat Musa maka mengalirlah 12 mata air untuk 12 kabilah bani Israil. Maka demikian pula tongkat “Musa Moderen”, tongkat itu harus bisa menghasilkan sumber kehidupan bagi masyarakat didaerah yang paling tandus, yang paling miskin sumber daya alam dan sumber daya manusia.

Mata air adalah simbol dari sustainable (keberlanjutan), jadi efek tongkat Musa Moderen bukan bantuan karitatif seperti halnya manna dan salwa itu. Musa Moderen harus bisa menimbulkan ke swadayaan pada batu dan padang pasir.

Satu mata air untuk satu kabilah, itu berarti bahwa ada isyarat untuk mengelola sumber kehidupan itu secara bersama. Ada yang menggelitik dari makna jumlah kabilah itu, perlu diteliti lebih lanjut berdasarkan apa pembagian kabilah itu? Dan jika di Indonesia maka berapa kabilah kah kita berdasarkan akar rumpun besarnya?

Jika mata air itu sebagai simbol kehidupan, modal dan alat produksi, maka tongkat nabi Musa moderen haruslah dapat menciptakan keberagaman kehidupan dari setiap mata air sehingga tidak terjadi persaingan diantara kabilah-kabilah itu.

Yang Ketiga, “Lalu Kami wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu”. Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar.” (QS As Syu’araa’ 63)

Tidak tahan dengan berbagai adzab yang dijatuhkan Allah SWT kepada Firaun dan kaumnya. Maka Firaun pun melepaskan bangsa Israil untuk keluar dari Mesir. Tapi Firaun tetap tidak rela, dia merasa bahwa ini adalah soal kalah menangnya dengan Musa. Raja Mesir yang perkasa kalah oleh budaknya sendiri. Maka dia pun mengejar Musa dan rombongannya itu. Sebelumnya Mesir telah menyembelih seluruh anak laki-laki Israil, maka kini apa susahnya untuk membantai mereka semuanya dengan tentaranya yang perkasa dan bersusun seperti paku itu.

Maka dikejarlah Musa sampai ditepi Lautan Merah, sementara Musa tidak punya perahu untuk bisa menyeberang, apalagi untuk rombongan yang sedemikian besar itu. Maka Allah mewahyukan Musa agar memukul tongkatnya untuk membelah laut, memberikan jalan dan menutup kembali saat Firaun ingin melintas dilaluan yang sama. Firaun-nya dan tentaranya tewas, mayat Firaun ditemukan, dibalsem dan kemudian ditemukan kembali dalam pencarian di abad 20.

Musa telah diberikan sebuah tongkat yang luar biasa, sebuah mukjizat yang dapat mengubah sebuah keadaan. Sementara Firaun adalah musuh yang nyata, penentang Allah, keji, brutal, sombong dan keras kepala. Bukankah Firaun yang membantai bangsa Israil, melakukan genocide, mengkhianati dan memperbudak mereka. Lalu kenapa dalam situasi kritis itu kenapa Musa tidak berbalik saja menghadapi Firaun dan bala tentaranya dan membelah kepala mereka dengan tonngkatnya itu?

Inilah makna sejati dari tongkat Musa itu. Tongkat itu bukan tongkat untuk membunuh tapi adalah tongkat untuk menyelamatkan kehidupan, membuka jalan dan tonggak dasar pembangunan peradaban baru. Bukan tongkat untuk membalas dendam. Dengan kekuatan untuk menyelamatkan kemanusiaan maka lautan pun terbelah membuka jalan.

Maka tongkat merupakan peralatan penting dari komunitas pembebas. Kita perlu mencari tongkat tersebut dalam berbagai bentuknya, apakah itu berwujud organ, lembaga, program dan lain lain yang bisa menghasilkan fungsi-fungsi seperti tongkat sang Kalimullah itu.

Keharusan eksodus dan hijrah juga penting dalam membangun dasar peradaban baru. Karena peradaban baru yang kita bangun harus mempunyai “jarak” dengan imperium-imperium kafir yang mengitari kita. Jika tidak maka dominasi pengetahuan, tekhnologi, militer, budaya dari imperium kafir akan mempengaruhi peradaban baru yang ingin dibangun Musa.

Saya sendiri menafsirkan tongkat itu sebagai zakat, infaq dan sedekah ummat Islam. Dan kami dari LAZNAS BMT (Lembaga Amil Zakat Nasional Baitul Maal wat Tamwil) telah 10 tahun telah mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang meramu konsep Grameen Bank Bangladesh dengan konsepsi bagi hasil dan mendorong pengumpulan zakat. Lebih lanjut LKMS/BMT ini diharapkan akan menjadi basis untuk dipergunakannya kembali Dinar-Dirham sebagai alat tukar komunitas Islam di Indonesia bahkan dunia.

Langkah ini tentu saja tidak dekat dan tidak mudah, demikian jugalah eksodus bangsa Israil itu. Melewati padang pasir, dikhianati diantara mereka sendiri, tergoda, pengecut, tergesa-gesa dan lain sebagainya. Sehingga Musa pun sampai akhirnya tidak dapat menuntaskan misi-nya dalam membangun tamaddun itu. Lama kemudian lahirlah Thalut dan Daud yang baru dapat membawa mereka masuk dan mendirikan kerajaan Israil, tetapi kegemilangan barulah dicapai pada Sulaiman.

[Penulis adalah Penggiat Ekonomi Kerakyatan dan Tenaga Ahli DPR RI]

 

Related posts