JABARTODAY.COM – BANDUNG
Teater Pictorial kembali akan mementaskan aksi teater fenomenalnya. Berkat dukungan Hibah Seni dari Kelola, kali ini, teater yang didirikan seniman Irwan Jamal ini akan mementaskan “Pohon Mimpi dan Para Pengungsi” di GK. Rumentang Siang, Jl. Baranang Siang No. 1, Bandung pada 22 dan 23 September 2011 pukul 15.30 dan 19.30 WIB.
“Pohon Mimpi dan Para Pengungsi” adalah pertunjukan teater untuk penonton umum dan Penyandang Tunarungu. Pada press conference-nya di Gedung Indonesia Menggugat, Jumat (16/9), disebutkan bahwa pementasan ini merupakan kerja bersama yang dimainkan oleh para pekerja teater dan penyandang tunarungu.
“Karya ini memperkaya cara penyampaian gagasan pertunjukan dalam menyampaikan gagasan dan pesan pertunjukan dengan bahasa lisan, bahasa tubuh, isyarat tangan, gerakan kepala, ekspresi wajah, dan tatapan mata yang di ekspresikan oleh para pemain ketika memerankan tokohnya dan berdialog,” ujar Wanggi Hoediyatno, Public Relation Pementasan Teater Pictorial.
Begitu pula dengan penataan panggung, kata Wanggi, property dan hand property yang fungsinya diarahkan untuk mendukung ide cerita dengan menampilkan tanda-tanda dan isyarat visual yang bisa ditangkap maknanya dengan indra penglihatan.
“Pohon Mimpi dan Para Pengungsi menjadikan bahasa lisan dan isyarat-isyarat yang ditangkap dengan cerapan visual serempak menjadi alat komunikasi dalam pertunjukan,” ujarnya.
Menurut Wanggi, aktor yang mentas di Pohon Mimpi dan Para Pengungsi ini antara lain: Dian Ardiansyah, Aguste Dharma, Ridwan Anugrah Permana, John Heryanto, Nita Ariani Junita.
Aksi teater ini makin apik dengan dukungan Widawati Januar sebagai penerjemah bahasa isyarat, Riky ‘oet’ Arief Rahman sebagai penata Lampu, Raymond Reza sebagai penata music, Yoyo Oy Taufik S sebagai penata rias dan Langgeng Prima Anggradinata sebagai fotografer.
Sinopsis
Pembalakan liar (illegal logging) sudah kerap terjadi! Di sebuah hutan, seorang bos dari sebuah perusahaan kayu dan kaki tangannya dengan di bantu seorang lelaki suku pedalaman sebagai penunjuk jalan melakukan pembalakan liar.
Aksi ini membuat fungsi hutan sebagai penyangga kelestarian terancam. Hutan dan daerah sekitarnya menjadi rawan bencana. Tidak perlu lama, saatnya tiba, hutan rusak. Maka banjir, longsor dan kebakaran lahan kini datang mengendap di malam hari menuju rumah para pembalak.
Banjir, gemuruh longsor dan kebakaran di ujung hutan membuat para pembalak terkejut, terbangun dari mimpi mereka tentang kekeyaan. Bencana yang tidak terduga memaksa mereka mengungsi menuju ke kota meminta bantuan.
Dalam perjalanan pengungsian, kekurangan makanan dan air minum melanda, dan tanpa disadari seekor harimau mengikuti. Harimau yang lapar karena mangsanya berkurang akibat hutan yang rusak dan terputusnya rantai makanan kini mencari mangsa, dan para pengungsi menjadi target sasarannya.
Ketika harimau berhasil memangsa bos perusahaan yang ikut dalam pengungsian, para pengungsi merasa bahwa alam sedang melakukan pembalasan terhadap mereka.
Mereka gemetar dan gentar, rasa lapar dan haus serta kelelahan membuat mereka ambruk. Tertidurlah mereka di bawah pohon. Dan disana mereka bermimpi, pohon tempat mereka beristirahat memantulkan banyak gambaran, memberi pesan bahwa tindakan manusia yang tidak ramah pada alam menyebabkan alam menjadi tidak ramah pada manusia. (Fahrus Zaman Fadhly)