
JABARTODAY.COM – BANDUNG
Wacana rekonsiliasi Sunda-Majapahit yang diembuskan sejumlah kalangan dalam dua tahun terakhir sama sekali tidak perlu dilakukan. Alasannya, tidak ada dendam sejarah di antara dua penerus kerajaan yang konon dikatakan pernah berseteru setelah peristiwa Perang Bubat. Hal terbaik yang harus dilakukan adalah berpikir jauh ke depan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
TB Hasanudin mengungkapkan hal itu saat berbincang dengan sejumlah tokoh Sunda di Savoy Homann Bidakara Hotel, Bandung, Minggu (15/1) sore. Wakil Ketua Komisi I DPR RI yang juga keturunan ke-16 Prabu Siliwangi tersebut menegaskan tidak ada dendam di antara pewaris keturunan, baik di Sunda maupun Mataram.
“Orang Sunda tidak memiliki dendam sejarah. Tidak ada yang menggugat Perang Bubat. Tidak ada gunanya mempersoalkan hal itu. Karenanya, tidak ada yang direkonsiliasikan. Rundayan (silsilah keturunan, red) Siliwangi tidak melihat Perang Bubat sebagai momentum untuk memelihara dendam masa lalu. Perang Bubat sudah selesai,” tegas Hasanudin.
Pria kelahiran Majalengka menilai upaya menghidupkan kembali memori publik tentang Perang Bubat seolah-olah urang Sunda sudah kehilangan jati diri, sehingga harus mencari justifikasi ke masa lalu. Dan, wacana rekonsiliasi seakan menegaskan adanya subordinasi Jawa atas Sunda. Inilah salah satu krisis identitas kesundaan yang mengkhawatirkan Hasanudin.
Purnawirawan perwira tinggi TNI AD ini mensinyalir wacana rekonsiliasi telah digiring ke wacana politik. Sejarah dijadikan ajang untuk menggalang dukungan bagi kelompok tertentu. Ternasuk di antaranya rencana pembuatan film Perang Bubat yang digagas Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf.
“Wacana ini kontraproduktif, tidak ada signifikansinya bagi kebangsaan maupun bagi kesundaan. Mestinya kita sekarang berpikir ke depan. Membangkitkan luka lama hanya akan menggiring kita ke arah kebencian di antara anak bangsa. Fokus kita ke depan adalah mempertahankan NKRI dan membangun kesejahteraan rakyat,” tandas Hasanudin.
Lebih jauh penggagas pelestarian Museum Talagamanggung di Kabupaten Majalengka berpesan kepada semua pihak untuk lebih menggali spirit para leluhur Siliwangi. Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI ini meyakini nilai-nilai luhur Siliwangi masih relevan untuk diaktualisasikan.
“Kadang yang ngaku-ngaku mengangkat semangat Sunda itu hanya kajajaden, bukan bagian dari rundayan. Buat apa ngaguar ruhak (arang, red), yang penting seuneu (api, red) Siliwangi. Seuneu Siliwangi itu adalah nilai-nilai gotong-royong, kekeluargaan, saling menghormati. Jangan dibawa-bawa ke politik kekuasaan. Silakan maju tanpa membawa-bawa Kerajaan Sunda. Kami para rundayan tidak ikut-ikutan,” pungkas Hasanudin.(NJP)