
Persediaan beras di Jabar dipastikan aman hingga akhir tahun mendatang. Forum Koordinasi Pengendalian Inflasi (FKPI) Jawa Barat mencatat stok pangan yang dimiliki Jabar sekitar 260 ribu ton. Jumlah ini termasuk cadangan yang dimiliki Satgas FKPI Jabar. Penyediaan cadangan beras dilakukan sebagai salah satu upaya menekan angka inflasi.
“Pengendalian inflasi menghadapi kendala berat, terutama menyangkut sistem perdagangan bidang pangan dan energi di pasar internasional. Perdagangan yang kurang transparan dan stabil sehingga sulit diprediksi. Inilah yang menyebabkan inflasi Indonesia fluktuasi sehingga mengganggu pertumbuhan ekonomi dan menyulitkan perumusan kebijakan,” kata Ketua FKPI Jabar Ferry Sofwan Arief di sela pertemuan pengendalian inflasi di basement Gedung Sate, Selasa (26/6).
Kebiasaan masyarakat juga menjadi salah satu pemicu inflasi. Ferry mencontohkan, konsumsi telur biasa meningkat pada masa liburan sekolah. Hal ini tidak lepas dari kebiasaan mengkhitan anak pada saat libuan sekolah yang berakibat pada meningkatnya kebutuhan telur untuk membuat kue maupun makanan olahan lainnya. Sementara barang konsumsi lainnya meningkat menjelang datangnya Ramadhan.
“Ada kebiasaan dalam masyarakat Sunda di Jawa Barat sebelum masuk Ramadhan. Kita menyebutnya munggah. Inilah yang kemudian menyebabkan naiknya harga. Secara umum, konsumsi selama Ramadhan hingga Idul Fitri mengalami peningkatan. Inilah yang menyebabkan inflasi,” tambah Ferry.
Peningkatan cadangan kebutuhan pokok terutama beras, imbuh Ferry, dilakukan dengan meningkatkan cadangan beras pemerintah (CBP) dari alokasi wajib 200 ton setiap tahun yang kemudian ditambah menjadi 500 ton. Pemprov Jabar juga menggulirkan program Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM) dan lumbung pangan. Lumbung-lumbung pangan ini sudah dibangun di 200 lumbung desa di sentra produksi berkapasitas 5 ton atau setara dengan cadangan beras 1.000 ton.
Selain itu, Jabar juga mengembangkan resi gudang beras. Data dari PT Pertani hingga Mei 2012, jumlah yang disimpan mencapai 2.000 ton gabah. Dari sisi pembiayaan, kredit perbankan yang telah disalurkan untuk resi gudang hingga kini hampir mencapai Rp 10 miliar.
“Dengan adanya sistem ini, gapoktan yang menggunakan sistem resi gudang dapat memperoleh fasilitas tunda jual sehingga menikmati harga beras yang lebih tinggi pada saat paceklik. Resi gudang juga berkontribusi dalam meminimalisasi volatilitas harga beras dan menciptakan transparansi informasi stok beras daerah,” terang Ferry.(Najip Hendra SP)