JABARTODAY.COM – BANDUNG
Kelima terdakwa dugaan korupsi pengadaan alat peraga untuk TK dan SD di Dinas Pendidikan Jawa Barat memutuskan tidak mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Selasa (11/2/2014), Muhammad Irfan, Saiful Rohman, Heri Mulyawan, Busono ST, serta Ujang Rohman, menyatakan tidak mengambil hak mereka selaku terdakwa.
“Setelah berkoordinasi dengan para terdakwa, kami memutuskan tidak mengajukan eksepsi dan meminta jaksa untuk menghadirkan saksi dalam sidang selanjutnya,” ujar Heri Gunawan, kuasa hukum para terdakwa, di Ruang Sidang I Pengadilan Negeri Bandung.
Maka itu, majelis hakim yang dipimpin Nur Hakim meminta tim jaksa yang dikoordinatori Rahman Firdaus untuk menghadirkan saksi-saksi yang terkait dengan perkara tersebut pada sidang selanjutnya, Selasa (18/2/2014).
Kelima orang yang menjadi pesakitan itu tidak terlepas dari kasus yang menjerat mantan Kepala Bidang Pendidikan Menengah dan Tinggi Disdik Jabar Dede Hasan Kurniadi. Mereka adalah tim kelompok kerja dalam pengadaan alat peraga bagi siswa TK dan SD.
Dede sendiri diduga mendapatkan uang karena memuluskan pemenang lelang kepada 4 perusahaan yang dipegang oleh Uu, yakni PT BNS, Naratas, Trise Manunggal, Priangan Asri. Sementara Muhammad Fadlan bertugas untuk mengurus proses lelang itu hingga menang.
Pada saat mengajukan lelang, tiga perusahaan Uu Suryaperdana menang. Satu perusahaan lagi, Uu meminjamnya kepada orang lain. Sehingga seluruh perusahaan tersebut milik Uu. Sementara yang mengurusnya adalah Fadlan yang juga anak buah Uu.
Semestinya penyusunan harga penawaran ditawarkan kepada beberapa perusahaan. Tapi dalam kenyataannya, Dede telah membuat harga survei penawaran kepada dua perusahaan saja. Atas perbuatannya, negara dirugikan Rp 1.505.603.500.
Dede bersama Uu Suryaperdana dan Muhammad Fadlan yang menjadi rekanan pemenang tender proyek sendiri telah divonis hakim, beberapa waktu lalu.
Meski begitu, kelimanya tidak diwajibkan membayar uang pengganti, disebabkan ketiga terdakwa sebelumnya telah melunasi kerugian negara tersebut. Apalagi, menurut JPU Rahman, kelimanya tidak menikmati uang tersebut. “Bagaimanapun pengembalian tidak menghapus tindak pidana. Namun, (kelima terdakwa) tidak diwajibkan membayar uang pengganti,” papar Rahman usai sidang.
Kelimanya dianggap jaksa telah melakukan tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 2 dan 3 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 18 jo. Pasal 55 KUHP.
Hanya saja, kelimanya masih menghirup udara bebas, dikarenakan tidak dilakukan penahanan rutan terhadap para terdakwa, melainkan tahanan kota. Menanggapi ini, Rahman berkilah, bahwa wewenang itu sudah berada di majelis hakim, bukan lagi kejaksaan.
Yang menarik, sidang ini sendiri berada di bawah pemantauan Komisi Pemberantasan Korupsi. Itu terlihat dari alat perekam yang kerap dipasang saat persidangan perkara yang ditangani lembaga pimpinan Abraham Samad tersebut. (VIL)