
JABARTODAY.COM – BANDUNG Satuan Lalu Lintas Polrestabes Bandung bersama Dinas Perhubungan Kota Bandung memeriksa 47.748 kendaraan di pos penyekatan pada masa pelarangan mudik, 6-17 Mei 2021.
Penyekatan dilakukan di delapan titik, mulai dari Gerbang Tol Buah Batu, GT M Toha, GT Kopo, GT Pasir Koja, GT Pasteur, bundaran Cibiru, bundaran Cibeureum, dan Terminal Ledeng.
Dari jumlah kendaraan yang diperiksa, sebanyak 12.038 kendaraan baik roda dua maupun roda empat yang masuk ke wilayah Kota Bandung diputarbalikkan oleh petugas. Sedangkan 30.646 memenuhi syarat, dan 5.064 kendaraan yang dikecualikan, seperti ambulan.
KBO Satlantas Polrestabes Bandung AKP Dody Kuswanto mengungkap, ribuan kendaraan yang diputarbalikkan lantaran tidak memenuhi syarat untuk melanjutkan perjalanan ke Kota Bandung.
“Seperti tidak membawa surat bebas Covid-19, dan surat izin dari perusahaan maupun tempat mereka bekerja,” tuturnya, di Balai Kota Bandung, Selasa (25/5/2021).
Tak hanya itu, Satlantas Polrestabes Bandung juga menahan tiga travel gelap berasal dari wilayah Jakarta yang melintas ke Bandung. Ketiganya diduga akan mengarah ke jalur selatan.
“Travel gelapnya kami tahan. Kemarin baru dilepaskan setelah selesai kegiatan operasi penyekatan. Untuk penumpangnya dikembalikan lagi ke asalnya,” bebernya.
Selain itu, pada saat penyekatan, petugas juga tes rapid antigen secara acak kepada para pengendara. Hasilnya ditemukan satu orang reaktif Covid-19.
Sementara itu, menurut Kepala Bidang Pengendalian dan Ketertiban Transportasi Dishub Kota Bandung Asep Kuswara, meski aturan pelarangan mudik telah selesai, namun guna menekan terjadinya kerumunan, Satlantas Polrestabes Bandung bersama pihaknya tetap melakukan penutupan jalan pada pukul 18.00-05.00.
“Penutupan di ring 1 dan ring 2, itu menjadi salah satu kolaborasi yang indah untuk mencegah penyebaran virus corona,” ujarnya.
Dia mengklaim, penutupan jalan efektif untuk mencegah kerumunan dan mengurangi mobilitas masyarakat di malam hari. Ketika jalur utama ditutup, masyarakat pun menjadi enggan untuk bepergian.
“Efeknya, orang yang tadinya mau berkumpul jadi malas karena susah. Dengan begitu bisa mengurangi mobilitas masyarakat. Intinya kami ingin mengurangi mereka untuk berkumpul. Ini bentuk kepedulian pemerintah. Mau kita seperti India? Kan tidak mau,” ucapnya. (*)