Saung Angklung Gelar Tribute to The Beatles

Jumpa pers di Saung Angklung Udjo. Dari kiri ke kanan: Sam Udjo, Mutiara Udjo dan Taufik Udjo.

JABARTODAY.COM – BANDUNG

A Tribute To The Beatles akan menjadi salah satu rangkaian kegiatan dari peringatan disahkannya Angklung sebagai salah satu Warisan Budaya Tak Benda asli Indonesia UNESCO, pada 16 November 2010. Acara ini juga menjadi rangkaian kegiatan Saung Angklung Udjo (SAU) di akhir tahun. Angklung Night, A Tribute To The Beatles ini mendapat animo tinggi dari masyarakat, yang membuat acara diadakan selama 2 hari, 7-8 September 2012.

Kenapa The Beatles? “Karena band ini sudah mendunia, sama seperti angklung yang juga telah mendunia,” ujar Taufik Udjo, salah satu anak mendiang Udjo Ngalagena, dalam jumpa pers di SAU, Rabu (5/9) petang.

Ditambahkan Mutiara Udjo, memainkan lagu Beatles bukan gagayaan (sekedar gaya). Itu dilakukan untuk membuktikan kalau angklung adalah alat musik internasional. Maka itu dicari band berkelas internasional, yaitu 4 serangkai dari Inggris tersebut. “Harapannya angklung juga bisa seperti The Beatles,” tambah Mutiara.

Event ini akan mempersembahkan diskografi band asal Liverpool, termasuk lagu-lagu paling rumit dan menantang, yang dibalut dalam musik bambu. Di dalamnya akan ada satu sesi band, satu sesi angklung, kolaborasi keduanya. Ditambah dengan penampilan bintang tamu, seperti Heart Beat Band, Koes Beat Band, juga The Bitelan. Untuk sesi angklung sendiri akan ada kejutan, yaitu launching produk baru. “Untuk lagu sendiri dapat berubah pada saat konser,” ucap Opik-panggilan Taufik.

Acara Beatles Night sendiri hanyalah satu dari rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memperingati disahkannya angklung sebagai warisan dunia asal Indonesia. Ada Festival Bambu Nusantara ke-6 yang diadakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di Jakarta Convention Centre. Kemudian Resital Angklung yang akan diadakan November 2012, perwujudan kepedulian SAU terhadap regenerasi angklung, yang akan diikuti oleh para guru se-Bandung Raya. Ada juga Angklung for The Legend Koes Plus, diakhiri Angklung untuk Hari Penyandang Cacat pada Desember 2012.

Dikatakan Ketua Yayasan SAU, Sam Udjo, rangkaian kegiatan tersebut untuk menjaga kelestarian alat musik angklung sebagai budaya asli Indonesia, sesuai syarat dari UNESCO agar kepemilikannya tidak dicabut dan berpindah ke negara lain. Diakui Sam, banyak negara lain yang menawari dirinya untuk mengadakan acara serupa, namun dirinya menolak. “Karena menurut mereka, angklung dapat merubah karakter seseorang. Namun, saya ingin angklung tetap menjadi alat musik asli Indonesia,” tegas Sam.

Maka itu, dengan adanya acara ini, diharapkan masyarakat berbagai kalangan dapat mengenal angklung sebagai kekayaan budaya tanah air. Sehingga menimbulkan kecintaan dan keinginan untuk melestarikan budaya asli Indonesia. (AVILA DWIPUTRA)

Related posts