Di negara mana pun, perkembangan politik dapat berpengaruh pada bursa perdagangan dan perekonomian. Menurut Head of Investment Standard Chartered Bank Bobby Kusnandar, tahun ini, pertumbuhan ekonomi nasional masih menunjukkan tren positif. Ia memprediksi pertumbuhannya sekitar 5,8 persen.
Dia berpendapat, pada tahun ini, bergulir dua ajang politik, yaitu Pemilihan Legislatif (Pileg) pada April, dan Pemilihan Presiden (Pilpres) pada Juni. Dia menilai, dua agenda itu dapat berpengaruh pada perkembangan pasar modal dan saham 2014.
Bobby meneruskan, secara total, di Indonesia, terdapat sekitar 427 jenis reksa dana. Sejauh ini, lanjutnya, saham berkapitalisasi rendah masih sedikit. Padahal, Saham-saham itu pun dapat menjadi pendorong dan penggerak roda ekonomi. Pasalnya, jelas dia, saham-saham itu dapat menjadi alat berinvestasi.
Namun, pasca Pileg dan Pilres, tidak tertutup kemungkinan terjadi pergeseran. “Perkiraannya, pasca dua agenda politik itu, saham-saham berkapitalisasi rendah menjadi opsi untuk berinvestasi,” ujar Bobby pada sela-sela Seminar Edukasi Keuangan Wealth on Wealth di Trans Luxury Hotel, Selasa (18/2/2014).
Di tempat yang sama, pengamat politik dan ekonomi, Eep Saefulloh Fatah berpendapat, agenda politik dapat berpengaruh pada iklim investasi. Eep merujuk pada Pemilu 2004. Pasca agenda tersebut, penanaman modal asing (PMA) mengalami pertumbuhan pesat. “Periode 2004-2005, pertumbuhan PMA mencapai 240 persen,” ungkap dia.
Kemudian, tambah dia, pada periode 2009-2010, investasi yang dilakukan PMA pun mengalami pertumbuhan positif. Pada periode itu, sebut dia, pertumbuhan investasi PMA sebesar 182 persen.
Menurutnya, agar pertumbuhan ekonomi tetap terjaga, bahkan meningkat lebih baik, negara ini memerlukan pemimpin yang berani dan mampu membuktikan apa yang menjadi janji-janjinya saat berkampanye. “Lihat Hugo Sanchez (Presiden Venezuela). Ekonomi negara itu tetap tumbuh karena memang Sanchez adalah sosok yang genuine. Indonesia pun membutuhkan sosok yang seperti itu,” tandas Eep. (VIL)