JABARTODAY.COM – BANDUNG — Melemahnya nilai tukar rupiah selama beberapa waktu terakhir sebagai dampak perkembangan global. Tidak tertutup kemungkinan, kondisi itu berefek pada berbagai sektor ekonomi nasional.
Pemerintah pun berpikir keras untuk menstabilkan nilai tukar Merah Putih, yang kini menembus Rp 15.000 per Dolar Amerika Serikat (AS). Berbagai opsi pun pemerintah siapkan. Tidak teetutup kemungkinan, berkaitan dengan suku bunga perbankan.
“Opsi melakukan penyesuaian suku bunga bisa saja terjadi. Tujuannya untuk menarik dana masyarakat,” tandas ekonom Universitas Padjadjaran, Aldrin Herwany, Kamis (4/10).
Namun, lanjut Aldrin, jika pemerintah melalui Bank Sentral, dalam hal ini Bank Indonesia (BI), pada akhirnya melakukan penyesuaian suku bunga, termasuk suku bunga kredit, hal itu dapat berimbas pada sektor riil.
Pasalnya, jelas Aldrin, apabila suku bunga kredit naik, para pelaku usaha dan industri pun, otomatis, melakukan koreksi dan penyesuaian. Hal itu, sambung Aldrin, berpotensi membuat harga jual berbagai komoditi pun meningkat.
“Imbasnya, buying power masyarakat melemah. Itu membuat masyarakat mengubah, menunda, atau mengurangi rencana serta anggaran belanjanya,” papar Aldrin.
Seandainya kondisi itu (buying power melemah) terjadi, imbuh Aldrin, sangat mungkin, produk-produk industri tidak terjual. Industri-industri pun terancam keberlangsungannya karena berkurangnya income hasil penjualan produk.
Karenanya, ujar Aldrin, pemerintah terus melakukan pengkajian. “Termasuk berusaha mencari upaya-upaya untuk memghindari opsi menaikkan suku bunga,” pungkas Aldrin. (win)