Remaja Bukan Melulu Urusan Remaja

(DOK JABARTODAY.COM)

JABARTODAY.COM – BANDUNG

Benar bahwa remaja lebih suka berbicara kepada teman sebayanya tentang permasalahan yang dihadapinya. Namun begitu, pemberdayaan remaja tidak bisa semata-mata mengandalkan remaja belaka. Setidaknya ada dua pihak yang harus diperhatikan, yakni orang tua dan guru.

“Banyak orang tua menganggap masalah seksual sebagai hal tabu. Mereka lebih suka berbicara dengan sesamanya. Di sinilah pentingnya Pusat Informasi dan Konsultasi (PIK) Remaja dan program Generasi Berencana (Genre) yang digagas BKKBN untuk menanggulangi permasalahan remaja,” kata Deputi Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sudibyo Alimoeso saat ditemui di sela peresmian Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera (PPKS) Kencana Pasundan di Jalan Rancagoong II No. 1, Gumuruh, Kota Bandung, Senin (16/7).

Sudibyo menambahkan, pendidikan seksual bagi remaja menjadi sangat penting mengingat terus meningkatnya kasus kesehatan reproduksi (Kespro) di kalangan remaja. Parahnya lagi, usia remaja yang melakukan hubungan seksual semakin muda. Karena itu, mereka sangat rentan terhadap berbagai penyakit menular seksual.

“Program Genre ini mengajarkan agar remaja putri bisa bernegosiasi manakala pasangannya mengajak berhubungan seksual. Caranya adalah mengedukasi mereka tentang kespro dan risiko yang timbul akibat seks bebas,” kata Sudibyo lagi.

Sebelumya, saat berbicara dalam media gathering dalam rangka Hari Kependudukan Dunia di salah satu kafe di Kota Bandung pada 12 Juli 20120 lalu, Ketua Mitra Citra Remaja (MCR) Maulani mengaku kerap menerima keluhan remaja seputar masalah seksual yang dihadapinya. Pada umumnya klien yang datang ke klinik yang dikelola MCR adalah mereka yang sudah terjangkit penyakit menular seksual.

Dari 463 klien yang ditangani sepanjang 2011 lalu, sebagian besar dari mereka tidak mengetahui informasi tentang kespro dan risiko yang ditimbulkan dari seks bebas. Sebagian lainnya mengaku sudah tahu tetapi tidak bisa menolak ajangan berhubungan seksual dari pasangannya. Kedua kelompok ini akhirnya sama-sama terjerumus ke dalam problem yang sama.

“Pengalaman kami melayani remaja, ada di antara mereka yang mengaku berhubungan seksual gara-gara tergoda iming-iming handphone. Ini menunjukkan betapa rendahnya benteng pertahanan remaja,” kata mojang Bandung yang akrab disapa Mola tersebut.

Karena itu, Mola menilai bahwa permasalahan remaja tidak bisa diselesaikan dengan menangani remaja semata. Artinya, pendidikan seksual tidak hanya penting dipahami remaja. Melainkan juga perlu dipahami orang tua dan guru. Hal ini tidak lepas dari budaya masyarakat yang menganggap bahwa masalah seksual sebagai sesuatu yang tabu. Kadang orang tau baru menganggap perlu kespro ketika anaknya sudah terjangkit penyakit menular seksual.

“Tidak kalah menariknya adalah berdasarkan survei, hubungan seksual remaja banyak dilakukan di rumah kos atau rumah orang tuanya. Yang pertama jelas memerlukan benteng kuat dari remaja itu sendiri. Sementara yang kedua, orang tua perlu memberikan perhatian lebih kepada anaknya. Bisa jadi karena kesibukan, orang tua jarang ada di rumah. Kalau pun ada, tidak pernah memperhatikan anaknya,” kata Mola.(NJP)

Related posts