Puskaptis: Kekuatan Foke dan Jokowi Kini Seimbang

JABARTODAY.COM – JAKARTA

Direktur Eksekutif Puskaptis. Husin Yazid menyatakan, pertarungan antara Foke-Nara dan Jokowi Ahok dalam memperebutkan kursi DKI Jakarta sedang memasuki fase yang krusial dan akan berlangsung lebih seru mengingat kedua pasangan tersebut memiliki kekuatan yang seimbang.

“Saya melihat pertarungan ini semakin menarik karena masing-masing petarung yakni Foke dan Jokowi sedang sama-sama menghimpun kekuatan dalam persiapan laga politik putaran kedua. Saya melihat kekuatan mereka mulai seimbang,” jelas Husin Yazid.

Pendapat itu disampaikan Husin Yazid dalam diskusi buku bertajuk “ Kenapa Foke dan Jokowi, berebut Kursi Jakarta Satu” yang dilaksanakan Ormas Kepemudaan Gerakan Pemuda Islam (GPI) di Jakarta, Senin (27/8).

Menurut Husin Yazid yang juga seorang konsultan politik ini, lembaganya sudah jauh hari memprediksikan bahwa Pilkada DKI Jakarta akan berlangsung dua putaran. Padahal lembaga serupa telah ramai-ramai melansir bahwa Pilkada DKI Jakarta optimis berlangsung satu putaran. Sejumlah lembaga survei menebut Foke Nara akan menang dalam satu putaran. Namun ternyata fakta dilapangan  tidak membuktikan.

“Saya bicara ke publik bukan hanya dengan akal sehat, tetapi juga berbasis data-data riset yang kami lakukan secara ilmiah, Alhamdulillah publikasi hasil riset kami ternyata benar di lapangan,” jelas Husin Yazid.

Dalam kesempatan diskusi bukunya tersebut Husin Yazid menjelaskan, pada putaran pertama Pilkada ia memetakan kontestasi dalam dua basis kekuatan yakni kekuatan hard power dan soft power. Kelompok hard power diwakili oleh Foke, Alex dan Hendardji. Mereka ini oleh Huzin Yazid dinilai sebagai kalangan yang mengandalkan modal kekuasan dan materi untuk menggalang dukungan politiknya.

Sedangkan kelompok soft power diwakili oleh kelompok Jokowi, Hidayat dan Faisal Basri. Kelompok ini lebih mengutamakan kekuatan pengaruh yang ditanamkan secara halus. Kekuatan ini lebih sedikit menggunakan materi, tetapi bertumpu pada kekuatan kepribadian, kharisma dan nilai-nilai luhur serta budaya.

Dalam diskusi buku itu juga menampilkan Fathorrahman Fadli selaku praktisi media. Menurutnya, buku saudara Husin Yazid bisa dijadikan rujukan penting dalam dinamika pertarungan politik Pilkada DKI Jakarta. “Buku tersebut menarik karena tidak saja lahir ditengah-tengah hiruk pikuk politik di seputar Pilkada Jakarta. Dimana hampir seluruh perhatian publik tertuju padanya. Buku ini juga bisa menjadi penanda demokrasi sekaligus sebuah ikhtiar yang menyejarah, ” jelas Fathorrahman Fadli.

Selaku praktisi media ia melihat posisi media dalam pertarungan Pilkada DKI Jakarta cenderung terjadi polarisasi yang mengarah pada pemihakan kelompok tertentu. Media bahkan terlibat lebih jauh dalam proses tidak saja mempengaruhi pemilih, tetapi juga dalam proses pembusukan politik (political decay) terhadap kandidat tertentu.

“Kondisi seperti ini adalah sesuatu yang wajar terjadi, karena pers Indonesia saat ini tidak saja liberal, tetapi juga merupakan pers industri yang tentu saja dengan mudah bisa dimanfaatkan sebagai corong kapitalisme,” jelas mantan wartawan kantor berita Antara itu. [alfian]

Related posts