JABARTODAY.COM – JATINANGOR
Kendati produk perajin usaha kecil dan menengah (UKM) yang berasal dari Cipacing dan Cibeusi Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang sudah diekspor ke mancanegara, seperti Jerman dan Amerika Serikat, namun pemasaran produk itu harus melalui kota lain, seperti Bali atau Jogjakarta. Itu disebabkan, Kabupaten Sumedang belum menjadi tujuan utama wisata di Indonesia.
Kepala Pusat Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah Institut Manajemen KoperasiIndonesia (Ikopin), Dedi Supriadi, mengatakan, pemasaran produk usaha kecil dan menengah dari Cipacing dan Cibeusi, seperti senapan angin, ukiran kayu, panah, dan sumpit, tak bisa dilepaskan dari kepariwisataan.
“Selama ini Bali dan Jogjakarta dikenal sebagai tujuan wisata utama di Indonesia. Banyak turis dari mancanegara yang mendatangi dua tujuan wisata itu. Untuk memudahkan pemasaran, terpaksa produk perajin dari Jatinangor harus dijual dan diekspor melalui dua kota itu,” kata Dedi, di ruang kerjanya, Rabu (31/10).
Dedi mengatakan, selain sangat bergantung kepada destinasi wisata, pemasaran produk perajin di Jatinangor juga tidak bisa dilepaskan dari selera pasar. Dalam penentuan model ukiran kayu yang dibuat oleh perajin di Cibeusi misalnya, model yang dijadikan acuan justru yang berasal dari luar Kabupaten Sumedang.
“Konsumen yang berasal dari mancanegara banyak menyukai ukiran Dayak dari Kalimantan atau Asmat dari Papua. Berdasarkan kondisi itu, perajin sebatas menyesuaikan dengan keinginan pasar. Ke depan, model-model ukiran kayu itu bisa saja dibuat dengan mengedepankan nilai-nilai budaya Sunda. Itu sesuai dengan visi Kabupaten Sumedang yang ingin menjadi puseur budaya Sunda,” kata dia.
Dikatakan Dedi, kualitas sumber daya manusia (SDM) di lingkungan perajin yang terdapat di Cipacing dan Cibeusi, justru memiliki kelebihan dibandingkan dengan perajin yang berasal dari daerah lain. Jika dilihat dari kerapihan dalam membuat kerajinan misalnya, hasil kerajinan ukiran kayu dari perajin di Cibeusi lebih baik dibandingkan perajin yang berasal dari Suku Asmat Papua.
“Produk dari perajin ukiran kayu Cibeusi lebih halus dibandingkan dengan ukiran kayu dari Papua,” ujar dia.
Pada kesempatan sama Dedi mengatakan, kendala utama dalam pengembangan UKM saat ini yaitu, banyaknya produk-produk UKM yang berasal dari China. Produk bordir yang berasal dari Tasikmalaya misalnya, harus bersaing dengan produk serupa yang berasal dari China.
“Selain itu, negara-negara lain seperti Vietnam juga sangat gencar mengembangkan UKM. Produk anyam-anyaman dari Rajapolah Tasikmalaya yang semula sangat laku di pasar ekspor, sekarang harus bersaing dengan produk anyaman dari Vietnam,” tutur Dedi. (DEDE SUHERLAN)