Politik Identitas itu HAM, Alamiah dan Ilmiah

Oleh Dr. Fahrus Zaman Fadhly, M.Pd.

Sekretaris Umum Majelis Wilayah KAHMI Jawa Barat, Staf Pengajar FKIP Universitas Kuningan

Belakangan ini, kampanye anti “politik identitas” dan politisasi agama demikian masif. Tak tanggung-tanggung, kampanye ini dikomando langsung oleh Presiden Jokowi. Setidaknya ada dua peristiwa yang terekam oleh media. Pertama, disampaikan dalam Sidang Tahunan MPR, pada 16 Agustus 2022 (Antara, 16/8/2022)  dan  kedua, saat acara Konsolidasi Bawaslu RI (Detik.com, 17/12/2022). Dalam dua peristiwa itu, Presiden Jokowi menekankan agar jangan memberi ruang bagi politik identitas dan politisasi agama.

Siapa dan kelompok mana yang dijadikan sasaran dari tindak tutur formal Presiden Jokowi tersebut? Pengamat politik Rocky Gerung menggerung:  “Di kepala Jokowi tentang politik identitas adalah Islam!” tegas dia dalam video yang diunggah di kanal YouTube Indonesia Lawyers Club (ILC) (25/12/2022). Himbauan Jokowi ini dinilai bersifat insinuatif dan mengundang kecemasan publik. Tak sepatutnya, seorang Presiden mengeluarkan pernyataan yang memicu kecemasan dan pembelahan di masyarakat. Sebagai kepala negara, pernyataan Jokowi ini amat disayangkan dan memiliki agenda tersembunyi terutama menghadapi tahun-tahun politik 2023-2024.

Tulisan ini berusaha mengurai dan mudah-mudahan memberi cara pandang baru bahwa politik identitas itu adalah bagian dari wujud hak azasi manusia, alamiah, ilmiah dan sangat penting baik bagi kehidupan pribadi maupun sosial-politik.

 

Identitas itu HAM

Identitas itu terkait erat dengan hak azasi manusia. Hak atas identitas pribadi dan sosial diakui dalam hukum internasional melalui berbagai deklarasi dan konvensi. Sejak lahir, identitas individu dibentuk dan dipertahankan melalui pendaftaran atau pemberian nama (Manuc 2012; Marshall, 2014; Doek, 2006). Tanpa identitas, hak dan tanggung jawab seorang warga negara tidak akan bisa diperjuangkan dan diklaim. Bagaimana seorang warga negara bisa mengklaim hak tunjangan sosial, hak pensiun, hak pilih, dan hak-hak dasar lainnya bila tanpa identitas? Data biografi seperti nama, tempat dan tanggal lahir dan data biometrik (sidik jari) menjadi penanda unik bagi seseorang sehingga ia bisa menjadi pembeda dengan yang lain.

Ahli sistem identitas dari Universitas Thales, Perancis, Annabelle Ranson (2020) mengingatkan kita pentingnya identitas. Ia mengatakan, jika warga suatu negara tidak memiliki akses ke identitas resmi, mereka kemungkinan besar akan kehilangan berbagai layanan sosial penting. Jauh sebelumnya, Ahli matematika dan filsuf Prancis, Nicolas de Condorcet (1793) mengingatkan kita tentang pentingnya identitas.  Menurut Nicolas, dalam konteks kehidupan bernegara, identitas sangat penting bagi setiap warga negara untuk menggunakan hak dan tanggung jawabnya secara adil. Identitas politik sebagai salah satu identitas sosial juga lumrah hadir dan dilindungi konstitusi. Yakni UUD 1945 Pasal 28 dan Pasal 28E ayat (3) yang menyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.”

Dalam pandangan Richard T. Peterson dari Michigan University, pembentukan identitas sosial merupakan wujud hak azasi manusia (Peterson, 2022). Kendati demikian, identitas sosial tertentu tidak boleh menjadi alat untuk berlaku diskriminatif kepada kelompok sosial lainnya di masyarakat (Gordon, 2015).  Namun, apa yang disampaikan Presiden  Jokowi lebih mengarah justru pada perlakuan diskriminasi kepada kelompok sosial politik tertentu yang tidak sama dengan identitas politiknya.

 

Identitas itu Alamiah

Dalam kehidupan sosial, identitas itu sesuatu yang alamiah. Sudah jadi takdir Allah dan sunnatullah yang melekat (embedded) dengan hukum-hukum alam yang diciptakan-Nya.  Identitas melekat pada setiap benda, individu, kelompok sosial, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial-politik, universitas, departemen dan negara.  Bahkan identitas itu melekat pada suatu cara pandang atau mazhab (school of thought) tertentu.

Nabi Adam di awal penciptaannya diperkenalkan dahulu dengan nama-nama benda sebagai identitas. Benda-benda bernama manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan perlu diberi nama sebagai identitas. Benda-benda abstrak pun diberi identitas. Dalam studi biologi misalnya dikenal istilah kode genetik, kode molekuler dll. Dalam materi genetik (DNA & RNA), ada istilah sense, antisense, template dan anti template. Semua itu peng-identitas-an.

Dalam kehidupan kemasyarakatan, kita mengenal NU, Muhammadiyah, SI, KAHMI, Persis, Matla’ul Anwar, PUI sebagai identitas Ormas. Nama kota seperti Bandung, Cirebon, Malang, Jakarta itu identitas. Dadang, Diding, Dudung, Asep, Iyep, Usep, Siti, Wawan, Wiwin, Wowon  itu identitas.  Jokowi, Prabowo, Anies, Ganjar itu identitas. Langit, bumi, matahari, bintang itu identitas. Laut, darat, sungai, danau, curug, ngarai, muara, hulu, hilir, itu semua identitas. Toyota, Daihatsu, Honda, Mitsubishi, Suzuki, Hyundai, Wuling dan Nissan, itu semua identitas.

Pemberian nama (identitas) pada setiap bayi yang baru lahir, bahkan sebelum  lahir sudah disiapkan. Termasuk nama-nama bayi yang baru lahir di suatu rumah sakit harus diberi identitas, bila tidak akan tertukar. Sudah terbayang bila bayi kita tertukar dengan bayi orang lain. Naudzubillah.

 

Identitas itu Ilmiah

Dalam metodologi riset kualitatif, sangat penting sekali melakukan kategorisasi dan penamaan (naming) untuk identitas. Termasuk juga pengodean (coding) itu sangat fundamental dan penting dalam metode riset kualitatif. Terlebih dalam grounded theory , yang banyak digunakan para ilmuwan untuk menghasilkan  teori-teori besar karena paradigma risetnya berbasis induktif-konstruktivistik. Secara metodologis, grounded theory memerlukan aktifitas pengodean alias “peng-identitas-an”. Ada 4 tahap pengodean dalam grounded theory : open coding, axial coding, selective coding dan generating theory. Tiga tahapan pertama adalah aktifitas peng-identitas-an dan terakhir merumuskan teori.

Dalam dunia pengelolaan jurnal ilmiah, setiap artikel harus memiliki DOI ( digital object identifier ) atau nomor unik sebagai pembeda dengan ribuan bahkan jutaan artikel ilmiah lainnya. DOI adalah serangkaian angka, huruf, dan simbol yang digunakan untuk mengidentifikasi artikel atau dokumen secara permanen dan menautkannya di web. DOI akan membantu pembaca dengan mudah menemukan dokumen dari kutipan dalam suatu artikel jurnal ilmiah. Di Indonesia, DOI yang dikeluarkan Crossref yang berbasis di New York ini bahkan menjadi syarat penting dalam pengajuan akreditas jurnal nasional.  Tanpa DOI, suatu jurnal tidak akan bisa diakreditasi.

Di dunia ilmu Matematika, kita mengenal istilah “identitas trigonometri”. Identitas trigonometri adalah persamaan yang melibatkan fungsi trigonometri dan berlaku untuk semua nilai variabel yang diberikan dalam persamaan. Di dunia industri dan pemasaran produk, kita mengenal “identitas merek” (brand identity).  Identitas merek mencakup semua elemen visual yang terkait dengan merek, mulai dari logo, tipografi, warna, desain kemasan produk, desain situs web, dan bahkan grafik media sosialnya.

Dalam studi bahasa, etimologi adalah suatu cabang ilmu yang secara khusus mempelajari makna dari suatu nama (identitas).  Pengenalan nama-nama benda (nomina) itu sangat penting untuk identitas dan pembedaan antara suatu benda dengan benda lainnya. Pembelajar bahasa juga wajib memiliki pengetahuan tentang kelas dan identitas kata: subjek, predikat, objek, keterangan, kata sifat, kata benda dan lain-lain.

Pemberian nama pada perusahaan atau inovasi, adalah salah satu keputusan tahap awal yang paling penting. Adalah Neuvonen (2016) yang mengingatkan kita tentang pentingnya identitas atau nama.  Menurutnya, nama adalah kombinasi antara intuisi, kreativitas, dan rasionalitas. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian nama pada perusahaan, produk, atau inovasi merupakan proses berpikir strategik.

Banyak ahli juga mengemukakan, aktifitas coding atau peng-identitas-an sangat penting dalam dunia sains dan teknologi. Belajar coding dalam dunia komputer membantu siswa bisa belajar memecahkan masalah dengan menggunakan pola berfikir komputasional (computational thinking/CT). Berfikir komputasional adalah keterampilan mental untuk menerapkan konsep, metode, teknik pemecahan masalah, dan penalaran logis, yang berasal dari komputasi dan ilmu komputer, untuk menyelesaikan masalah di semua bidang, termasuk kehidupan kita sehari-hari (Wang, 2016; Repenning, Webb, Ioannidou, 2010 & Guzdial, 2008). Bahkan ahli yang lain, seperti Wing (2014), Denning dan Tedre (2019) juga mengingatkan pentingnya aktifitas coding bagi siswa dan masyarakat umumny karena mampu meningkatkan kecerdasan komputasional mereka.

 

Epilog

Dalam lapangan politik, identitas itu penting, bahkan sangat penting sebagai wadah perjuangan ideologis suatu partai. Partai itu justru identitas, dan mewadahi politik identitas. Karena identitas itu mewadahi dan membawa makna, substansi, ideologi, fungsi, cita-cita, mimpi dan lain-lain. Tetapi yang diperjuangkan adalah kemaslahatan dan kebajikan publik (public virtues). Kita menduga mereka yang mempersoalkan politik identitas sejatinya sedang mengalami krisis identitas. Menurut pakar psikologi Madeline Miles (2022), krisis identitas sangat berbahaya bagi kehidupan seseorang karena ini awal sebuah depresi.  Seruan Presiden Jokowi yang amat tendensius itu lebih bersifat insinuatif, deskriminatif dan berpotensi melanggar HAM, tidak ilmiah dan tidak berbasis pada pengetahuan yang kokoh. Wallahu’alam.

 

Related posts