
JABARTODAY.COM – BANDUNG
Dengan jumlah penduduk lebih dari 43 juta jiwa dan pemilik hak pilih sebanyak 35 juta jiwa, Jawa Barat merupakan barometer penyelenggaraan pemilihan kepala daerah di Indonesia. Bila 10 persen saja pemilik hak pilih tidak terdaftar, maka jumlahnya mencapai 3,5 juta jiwa. Angka ini menjadi sangat besar dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia.
“Dengan 10 persen saja, maka judul media kurang lebih “Jutaan warga tidak terdaftar sebagai pemilih’. Ini sangat bombastis,” kata Daniel Zuhro, komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bapilu) Pusat saat memberikan sambutan pada pelantikan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub) Jabar di Aula Barat Gedung Sate, Jalan Diponegoro No. 22 Bandung, Senin (23/7).
Karena itu, Daniel meminta seluruh Panwaslu Jabar untuk menjaga integritas lembaga penyelenggara pemilu tersebut. Panwaslu tidak seharusnya menga di tikungan untuk menangkap pelaku kecurangan, namun lebih proaktif mengawasi seluruh rangkaian kegiatan Pilgub Jabar. Inilah beratnya tugas Panwaslu saat ini dibanding periode sebelumnya.
Sebagaimana diamanatkan Undang-undang No. 15 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu, terang Daniel, tujuan Pemilu adalah melakukan pemilihan pemimpin secara demokratis. Proses itu memerlukan sebuah integritas tinggi dari petugas penyelenggara. Panwas tidak saja harus mengetahui, melainkan dituntut untuk menguasai medan. Penyelenggara, imbuh dia, harus memahami potensi konflik, masalah yang kemungkinan muncul, dan lain-lain.
Puncaknya, sambung dia, adalah terselenggaranya pemilu yang adil, baik bagi peserta pemilu maupun bagi pemilih. Dua domain itulah yang menjadi fokus perhatian Bawaslu maupun Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dengan nomenklatur baru tersebut, Bawaslu dan KPU merupakan dua penyelenggara pemilu yang setara dengan tugas berbeda.
“Penyatuan dua lembaga ini merupakan respons masalah yang muncul pada Pemilu sebelumnya, di mana KPU dan Bawaslu tidak pernah akur. Penyatuan ini untuk mewujudkan integritas penyelenggara pemilu. Namun demikian, semua itu menjadi tidak berarti manakala pada hari pemungutan suara ada warga masyarakat pemilik hak pilih tetapi tidak tercatat sebagai pemilih,” tegas Daniel.
Lebih jauh Daniel menerangkan, terpenuhinya rasa keadilan bagi peserta pemilu dan pemilih merupakan ukuran sejauh mana kualitas sebuah pemilu atau pemilukada. Apalagi, Jabar dengan jumlah penduduk paling gemuk di tanah air memiliki potensi kemunculan sengketa daftar pemilih tetap (DPT) seperti halnya muncul di DKI Jakarta.
“Jabar ini benar-benar jadi barometer. Secara geopolitik juga memiliki eran strategis. Kemarin DKI bermasalah dengan DPT, kini kita lihat Jawa Barat. Bila Jabar berhasil menyelenggarakan pemilihan kepala daerah tanpa sengketa, maka akan menjadi acuan bagi daerah lain, terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur yang akan menyelenggarakan pemilihan berikutnya,” ungkap Daniel.
Daniel sangat berharap Pilgub Jabar dapat berlangsung secara lancar dan demokratis. Maklum, selama ini hampir seluruh pilkada berakhir di Mahkamah Konstitusi. Maka bila Jabar bermasalah dengan Pilgub, maka dampaknya akan semakin besar.
Di bagian lain, Daniel mengapresiasi positif langkah Pemerintah Provinsi Jabar dalam mendukung penyelenggaraan Pemilukada. Salah satunya menyangkut pembiayaan pemilukada sebagai salah satu komponen penting terselenggaranya Pemilu.
“Pemprov Jabar sudah memberikan dukungan secara progresif. Dukungan yang luar biasa jauh sebelum penyelenggaraan pemilu. Di daerah lain, ada yang pemilukada sudah berlangsung tapi dana belum cair. Malah ada yang tidak memiliki dana atau dana yang tidak mencukupi. Bahkan, ada pula yang dana ada tetapi susah dalam pencairan,” ungkap Daniel disambut tepuk tangan anggota Panwaslu.
Ditemui usai pelantikan, Wakil Gubernur Jabar Dede Yusuf berjanji memberikan dukungan penuh bagi penyelenggaraan pemilukada. Salah satunya menyiapkan dana cadangan bila dana Rp 1,045 triliun yang sudah diserahkan kepada KPU ternyata tidak mencukupi.
Menyangkut DPT, salah satu bakal calon yang mengintai posisi Jabar-1 ini mengaku akan memadukan dengan hasil kartu tanda penduduk (KTP) elektronik atau e-KTP. E-KTP, imbuh Dede akan menjadi rujukan utama penyusunan DPT.
“Targetnya kan e-KTP selesai Oktober. Nah, data itu akan digunakan untuk menyusun DPT. Sementara untuk beberapa daerah yang belum menuntaskan e-KTP akan tetap memakai KTP lama. Barangkali memang ada daerah pelosok yang belum menyelesaikan proses e-KTP,” tandas Dede Yusuf.(NJP)