PGRI dan FAGI Hindari Cengkraman Penegak Hukum

Rapat koordinasi dengan para pemangku kepentingan pendidikan di Komisi D DPRD Kota Bandung, Rabu (7/12). (jabartoday/eddy koesman)
Rapat koordinasi dengan para pemangku kepentingan pendidikan di Komisi D DPRD Kota Bandung, Rabu (7/12). (jabartoday/eddy koesman)

JABARTODAY.COM – BANDUNG Dua organisasi guru, yang menaungi guru honorer meminta jaminan terhindar dari cengkraman penegak hukum. Pasalnya, baik Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI), yang ditugasi sebagai penyalur belanja hibah guru honorer tahun anggaran 2016, mengaku riskan.

“Menjadi penyalur belanja hibah, ada masalah semua angkat tangan. Siapa yang akan melindungi kami?” kata Sekretaris PGRI Kota Bandung Yayan Taryana dan Ketua FAGI Kota Bandung Iwan Hermawan, dalam Rakor hibah guru honorer, di Gedung DPRD Kota Bandung, Rabu (7/12).

Yayan menegaskan, kemungkinan menjadi temuan dan pihaknya dipanggil, seperti yang menimpa FGII sebagai penyalur belanja hibah 2015, sulit dihindari. Poin pentingnya, indikasi yang mengarah ke sana tidak dapat dihindari. “Kisruh ini akan terjadi dan sejatinya PGRI tidak menginginkan jadi penyalur hibah,” tegas Yayan.

Dari referensi PRGI, tercatat ada 18.046 guru honorer sebagai penerima belanja hibah. Jumlah tersebut di luar guru formal yang merangkap guru agama atau mengaji dan dicoret sebagai penerima hibah sebanyak 1.476 guru.

Kendati PGRI sudah ada surat penunjukan dari TP4D, sebagai penyalur belanja hibah, tetapi tetap saja belum berikan keyakinan terhindar dari perkara hukum. “Kalau tidak ada jaminan bebas dari APH, PGRI akan mengundurkan diri sebagai pengelola dana hibah guru honorer. Pokoknya, kita tidak mau ada pelanggaran hukum,” ucap Yayan.

Hal serupa diucapkan Ketua FAGI Iwan Hermawan. Jika, pihaknya tidak mau terlibat ketika ada pelanggaran. “Dan kami tidak mau membantu PGRI,” seru Iwan.

Di tempat sama, Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bandung Dadang Supriatna mengatakan, pencairan belanja hibah tetap berdasarkan rekomendasi tim pertimbangan. Untuk PGRI, besaran belanja hibah sebesar Rp 58 miliar, merupakan plafon tertinggi, walau tidak disebutkan jumlah guru dan nominal untuk perorangan. “Selama tidak melebihi plafon, kami akan memprosesnya. Dan, kepwal (keputusan walikota) yang memberi rambu NPHD antara pihak terkait bisa ditandatangani,” papar Dadang.

Diungkapkan Dadang, belanja hibah bukan belanja wajib, sehingga tidak akan pernah menjadi luncuran pada tahun anggaran berikutnya. “Kalau tidak diserap pada tahun berjalan, dana hibah tidak akan pernah bisa dianggarkan kembali,” terang Dadang. (koe)

Related posts