Peritel Nasional Sulit Tembus Pasar Global

ritelJABARTODAY.COM – BANDUNG
Sejak era globalisasi atau pasar bebas, persaingan dunia usaha, termasuk dalam sektor ritel, kian terbuka dan ketat. Buktinya, dalam beberapa tahun terakhir, tidak sedikit peritel mancanegara yang beroperasi di Indonesia, termasuk Jawa Barat.

 

Menurut Sekretaris DPD Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) Jawa Barat Hendri Hendarta, masuknya peritel-peritel asing ke pasar domestik karena ada beberapa hal. Diantaranya, adanya kemudahan. Kemudian, sambung dia, Indonesia merupakan pasar yang begitu besar. “Para peritel asing itu tidak hanya memasarkan produk-produk consumer goods, tetapi juga lainnya, seperti apparel (busana), dan lainnya,” ujar Hendri di Hotel Anggrek, Senin (10/2/2014).

 

Namun, berbeda dengan peritel domestik. Diungkapkan, sejauh ini, para peritel domestik sulit untuk menembus pasar global, tak usah jauh-jauh, di ASEAN saja. Itu terjadi, terang Hendri, karena beberapa hal. Misalnya, jelas dia, dalam hal kesiapan sumber daya manusia, utamanya, khusus pada level manager, bukan pekerjanya. Selanjutnya, dalam hal sistem yang diusung para peritel saat ini harus disempurnakan. “Pun dalam hal regulasi. Tidak sedikit negara yang menerapkan regulasi ketat. Ini masih menjadi kendala,” ucapnya.
Meski demikian, ungkap Hendri, ada peritel domestik yang berhasil menembus pasar ASEAN. “Negaranya Vietnam. Itu karena Vietnam memang membuka peluang investasi seluas-luasnya bagi investor, termasuk pada sektor ritel,” ungkap dirinya.

 

Mengenai prospek bisnis ritel pada tahun ini, Hendri berpendapat, peluangnya masih terbuka. Pasalnya, jelas dia, pasar nasional terbuka lebar jika mengacu pada jumlah penduduk. “Itulah yang menjadi dasar mengapa banyak peritel asing yang beroperasi di Indonesia, termasuk Jabar,” ulang Hendri.

 

Selain itu, tambah dia, 2014 merupakan tahun politik. Artinya, terang Hendri, pada tahun ini, perkiraannya, terjadi perputaran uang yang besar di tanah air. “Kami harap, kecipratan,” celetuknya.

 

Mengenai komoditi yang berkontribusi pada pertumbuhan ritel, Hendri menyatakan, sejauh ini, sekitar 50 persen terdapat pada komoditi makanan non-fresh atau kemasan. Sekitar 25 persen berupa non-makanan. “Lalu, kira-kira 16 persen lainnya adalah makanan segar, seperti sayuran, buah-buahan, dan sebagainya. Sisanya, general merchandise, semisal gelas, piring, dan sejenisnya,” imbuh Hendri.  (VIL)

Related posts