Perajin Tahu-Tempe Terancam Bangkrut, Pemprov Turun Tangan

Kesibukan pekerja di pabrik tahu membersihkan kedelai. Kelangkaan kedelai mengancam kelangsungan nasib mereka. (ILUSTRASI)
Kesibukan pekerja di pabrik tahu membersihkan kedelai. Kelangkaan kedelai mengancam kelangsungan nasib mereka. (ILUSTRASI)

JABARTODAY.COM – BANDUNG

 

Bagi para produsen tahu-tempe, kenaikan harga kedelai menjadi ancaman serius. Mereka dihantui kebangkrutan. Kekhawatiran bangkrut itu cukup logis mengingat naiknya harga kedelai membuat pendapatan para perajin tahu-tempe turun drastis. Hal itu diakibatkan biaya operasional dan produksi yang sangat melejit.

 

Perajin tempe kawasan Jalan Suryani, Uyung, mengaku pendapatannya turun drastis hingga 50%. Padahal, sambung dia, pihaknya sudah melakukan berbagai cara untuk efisiensi produksi.

 

Tingginya biaya produksi, membuat Uyung menurunkan volume pengolahan kedelai.  “Asalnya sekitar 100 kilogram per hari. Sekarang 70 kilogram per hari,” kata Uyung, saat ditemui, Rabu (28/8).

 

Meski biaya operasional dan produksi naik, Uyung menyatakan, pihaknya tidak menaikkan harga jual. Alasannya, seperti dituturkannya, khawatir, para pelanggan dan pembeli justru meninggalkannya.

 

Tidak naiknya harga jual itu, memaksa Uyung menurunkan upah pekerjanya menjadi Rp 25.000/orang/hari. Dalam kondisi normal, upahnya Rp 35.000.

 

Maka itu, bersama rekan-rekan seprofesinya, Uyung mengharapkan harga jual kedelai turun. Harapannya, sebut dia, harganya ada pada level Rp 6.500-7.000 per kilogram. “Kami khawatir, jika tidak ada perubahan, sangat mungkin, kami bangkrut,” tandasnya lirih.

 

Menyikapi kondisi itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyiapkan beberapa strategi. “Seperti menyiapkan lahan untuk tanaman kedelai berluas 100 ribu hektare,” ujar Kepala Bidang Produksi Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Jabar, Uneef Primadi, Rabu (28/8).

 

Uneef menyebutkan, areal seluas 100.000 hektare itu tersebar di 13 kabupaten/kota, diantaranya Kabupaten Bandung, Cianjur Sukabumi, Indramayu, Majalengka, dan Subang.

 

Lahan-lahan itu, jelasnya, bukan hanya milik petani. Pihaknya pun, cetusnya, memaksimalkan areal dan lahan perkebunan. “Itu guna meningkatkan produksi kedelai demi terealisasinya swasembada kedelai,” ungkap Uneef.

 

Pihaknya memprediksi produksi akan mencapai ratusan ribu ton, jika ke-100.000 hektare lahan itu termanfaatkan. “Sekitar 150 ribu ton per bulan,” imbuh Uneef. (ERA)

Related posts