Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu opsi dan fokus utama pemerintah untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi. Namun, tidak mudah merealisasikannya karena pendanaannya yang besar.
Oleh sebab itu, pemerintah melakukan berbagai upaya. Diantaranya, menerbitkan Surat Berharga Syariah Negara atau Sukuk Ritel Berbasis Syariah. Langgeng Basuki, Kepala Sub Direktorat Pengembangan Pasar SBSN Direktora Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, menjelaskan, sukuk dapat berfungsi sebagai alat investasi menguntungkan bagi masyarakat. “Selain itu, juga punya manfaat untuk pembangunan,” ujar Langgeng, usai Pre-Marketing Sukuk Negara Ritel Seri 006 di Hotel Jayakarta, Kamis (6/2/2014).
Keuntungan sukuk bagi investor, tuturnya, memperoleh imbalan yang besarnya lebih tinggi daripada BI Rate, yang saat ini berada pada level 7,5%.
Dijelaskan, sejauh ini, pemanfaatan sukuk pada beberapa proyek pembangunan. Misalnya, sebut dia, pembangunan infratsruktur, sarana-sarana penunjang instansi pemerintah, dan lainnya. “Para investor sukuk tidak perlu khawatir karena dijamin negara,” tegas dia.
Langgeng mengatakan, untuk Sukuk Ritel Seri 005, mendapat respon positif. Permintaannya mencapai Rp 26 triliun. Angka itu jauh melebihi proyeksi pemerintah, yang nilainya sebesar Rp 15 triliun.
Penjualan Sukuk Ritel Seri 005 di Jabar, sebut dia, mencapai Rp 2,36 triliun atau berkontribusi 16%. Sementara khusus Bandung, imbuh dia, nilainya sekitar Rp 543 miliar.
Namun, sambung dia, untuk Seri 006, pihaknya belum menentukan proyeksi. Pasalnya, jelas dia, pihaknya menunggu perkembangan mengenai pembahasan penetapan BI Rate, yang kemungkinan besar, hasilnya pada beberapa hari mendatang. “Itu untuk menentukan imbal dan proyeksi Seri 006,” katanya.
Menurutnya, jika kondisi pasar stabil ditambah situasi yang kondusif, serta memperhatikan pengalaman, perkiraannya, proyeksi Seri 006 tidak jauh berbeda dengan Seri 005. “Penetapan Seri 006 bergantung pada perkembangan. Rencananya, penetapan berlangsung 12-13 Februari,” ungkapnya.
Langgeng mengakui bahwa sukuk rentan terhadap berbagai perkembangan, seperti pelemahan nilai tukar rupiah dan suku bunga. Karenanya, terang dia, pihaknya benar-benar mengkaji perkembangan.
Itu supaya, jelas dia, pihaknya melakukan penetapan yang ideal. “Jangan terlalu mahal karena efeknya sukuk ritel tidak mendapat respon investor,” tukasnya.
Untuk mendukung penjualan Seri 006, pihaknya menggandeng 28 agen penjualan. Sebanyak 19 agen merupakan perbankan, 3 di antaranya berbasis syariah, yaitu PT Bank Muammalat, PT Bank Syariah Mandiri (BSM), dan PT Bank Rakyat Indonesia Syariah (BRIS). Sebanyak 9 agen lainnya adalah perusahaan efek.
Langgeng menuturkan, pada masa mendatang, tidak tertutup kemungkinan bank daerah, seperti PT Bank Pembangunan Daerah Jabar-Banten Tbk atau bank bjb menjadi agen Sukuk Ritel Negara. Namun, ucapnya, mungkin berperan sebagai sub-agen,
Sementara itu, Dian Handayani, Kepala Seksi Perencanaan Transaksi Direktorat Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, mengemukakan, melalui SBSN, pemerintah berkomitmen bahwa menggulirkan beberapa proyek.
“Antara lain, double track Cirebon-Kroya. Kemudian, sejumlah proyek instansi yang berkaitan dengan kepentingan umum,” tutup wanita berjilbab ini. (VIL)