Penjualan Kerajinan Patung Jatinangor Anjlok

Salah satu penjual kerajinan patung di Desa Cibeusi, Kecamatan Jatinangor, Asep Burhanudin (33), Senin (17/9). (DEDE SUHERLAN/JABARTODAY.COM)

Harga Jual Turun Hingga 60 %

JABARTODAY – JATINANGOR

Penjual kerajinan di Jatinangor, Kab. Sumedang mengeluhkan turunnya harga jual kerajinan patung yang mereka jajakan. Dibandingkan empat tahun lalu, harga jual kerajinan seperti patung Asmat dan patung Nias buah karya perajin Jatinangor, turun hingga 60 persen.

Salah satu penjual kerajinan di Desa Cibeusi, Kec. Jatinangor, Asep Burhanudin (33), mengatakan, turunnya harga jual kerajinan disebabkan berubahnya sistem penjualan. Empat tahun lalu, kata dia, transaksi jual beli kerajinan lebih didominasi oleh sistem penjualan satuan. Sedangkan untuk saat ini, penjualan kerajinan lebih banyak menggunakan sistem borongan.

Menurut Asep, sebenarnya, jumlah pembeli yang datang ke toko yang dia kelola, tidak banyak berubah. Namun, dibandingkan dengan beberapa tahun lalu, pembeli yang membeli kerajinan dengan sistem satuan seperti yang berasal dari karyawan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) sangat banyak. Mereka berani membeli kerajinan dengan harga mahal.

“Jika pembeli dari karyawan PTDI bisa membeli kerajinan patung dengan harga Rp. 900 ribu perpatung misalnya, maka saat penjualan dengan sistem borongan lebih mendominasi, harga penjualan perpatung bisa anjlok menjadi Rp. 150 ribu perpatung,” kata Asep, di Jatinangor, Senin (17/9).

Asep mengungkapkan, saat perkembangan PTDI sangat bagus beberapa tahun lalu, karyawan PTDI yang berkebangsaan negara-negara di Eropa, seperti Jerman, sering melancong untuk bermain golf di Bandung Giri Gahana Golf (BGG). Namun, kata dia, bersamaan dengan anjloknya perkembangan PTDI, karyawan PTDI berkebangsaan Eropa yang biasa bermain golf di BGG, turut hilang.

“Karyawan PTDI berkebangsaan Eropa yang biasa main golf di BGG dikenal royal saat membeli kerajinan. Mereka tidak rewel saat kami menawarkan kerajinan dengan harga tinggi,” ujar Asep.

Dikatakan Asep, bila dilihat dari jumlah pembeli, baik pembeli pada empat tahun lalu maupun pembeli yang ada saat ini tidak banyak berkurang. Untuk saat ini, kata dia, pembelian kerajinan banyak dilakukan oleh konsumen yang berasal dari luar kota, seperti dari Jakarta, Cipanas, Cirebon, dan Kuningan.

“Mereka membeli dengan sistem borongan untuk dijual kembali di daerahnya masing-masing. Sebagai penjual, kami tidak bisa berbuat banyak. Daripada  menumpuk di toko, saat mereka menawar kerajinan dengan harga rendah, terpaksa kami jual saja,” tutur dia.

Penjual kerajinan lainnya, Dadang Suherlan (48), mengatakan, persaingan yang ketat di antara para penjual kerajinan di kawasan Jatinangor, juga memicu semakin turunnya harga jual kerajinan.

“Saat saya menjual patung dengan harga Rp. 25.000 misalnya, ada toko lain yang berani menjual patung itu dengan harga Rp. 13.000. Kondisi itu otomatis akan memunculkan persaingan yang kurang sehat. Konsumen akan membeli kerajinan dengan harga yang lebih murah,” kata Dadang.

Dadang menyebutkan, saat situasi itu terjadi, dia lebih memilih untuk tetap bertahan menjual kerajinan patung itu dengan harga Rp. 25.000. Pasalnya, kata dia, dia juga harus memikirkan kelangsungan hidup para perajin yang bekerja di bengkel yang dia kelola.

“Bisa saja saya menjual kerajinan dengan harga murah, namun mana bagian keuntungan untuk perajin? Jika dipaksakan, para perajin akan lari mencari pekerjaan lain,” pungkas dia. (DEDE SUHERLAN)

Related posts