JABARTODAY.COM – BANDUNG Kasus penodaan terhadap agama bukan kali pertama terjadi di Indonesia. Sejumlah kasus serupa pernah terjadi.
Penista agama kembali berulah dengan membuat status ujaran kebencian dan penodaan agama melalui akun Twitter yang membuat resah umat beragama di Kota Bandung.
Ini bukan kali pertama Apollinaris Darmawan melakukan penistaan agama. Perilakunya itu membuat geram umat Islam yang tergabung dalam Tim Haroqah Dakwah, dan melaporkan yang bersangkutan ke polisi.
Berdasarkan laporan tersebut, Polsek Cicendo bertindak cepat dan langsung mengamankan tersangka di kediamannya di Jalan Jatayu Dalam II No 5 RT 001/010, Kelurahan Husein Sastranegara, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung, Sabtu (8/8/2020) malam. Yang bersangkutan kemudian diserahkan ke Polrestabes Bandung guna penyelidikan lebih lanjut.
Hal ini mendapat apresiasi dar Wakil Ketua DPRD Kota Bandung Edwin Senjaya. Berdasarkan informasi yang diterimanya, pelaku sudah bukan pertama kali melakukan penistaan dan penodaan agama. Perbuatannya telah menimbulkan keresahan dan kemarahan warga kota Bandung.
“Saya berharap pihak kepolisian menindaklanjuti kasus ini lebih serius agar tidak ada lagi orang yang melakukan perbuatan yang sama di Kota Bandung. Kami akan mengawal sampai selesai,” tegasnya, saat dihubungi, Minggu (9/8/2020).
Politisi Partai Golkar ini pun berharap kepolisian lebih tegas atas kasus ini. Hal itu penting agar kejadian serupa tak terulang lagi di masa mendatang.
“Kota Bandung dengan penduduknya yang majemuk bisa hidup damai, guyub, sabilulungan, dan saling menghormati dalam kebinekaan. Kita ingin Kota Bandung aman tentram dan tidak ada kasus SARA,” katanya.
Edwin mengimbau semua pihak untuk tidak reaktif, sensitif terhadap sesama. Bahkan, dia menganjurkan masyarakat untuk lebih bersabar, saling menghormati satu sama lainnya. Karena kasus-kasus penodaan agama seperti ini yang sangat mengancam kerukunan dan persatuan bangsa.
“Umat Islam dalam menanggapi masalah penodaan agama harus lebih jernih, karena masalah seperti sangat sulit untuk dibuktikan bahkan mengandung tatanan nilai yang subjektif. Poin pentingnya, kita harus menjadi umat yang penuh maaf,” pungkas Edwin. (*)