JABARTODAY.COM – CIAMIS. Masyarakat yang tinggal di pelosok dan pinggiran di Jawa Barat sangat mendambakan adanya pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan agar mobilitas dan kesejahteraan sosial-ekonomi mereka bisa meningkat. Hal inilah yang dialami ribuan warga Desa Selajambe, Kecamatan Selajambe, Kabupaten Kuningan dan Desa Sukajaya Kecamatan Rajadesa Kabupatena Ciamis. Kedua warga di wilayah itu tentu merasakan kebahagiaan yang tiada terkira menyusul hadirnya jembatan yang menghubungkan dua daerah terpencil tersebut. Jembatan itu bernama Jamuresi.
“Adanya jembatan permanen yang menghubungkan dua daerah terpencil itu menjadi impian warga yang menetap lama di kawasan ini karena sudah lama terpisah oleh aliran sungai Cijolang.” ujar Djaja Mihardja, penggagas pembangunan jembatan Jamursi saat ditemui KuninganToday, di kediamannya di Desa Sukajaya, Ahad (12/05/2013) lalu.
Djaja mengusulkan agar jembatan itu diberi nama “Selajaya”, kependekan dari Selajambe-Sukajaya. Hal itu ia sampaikan pada acara temu Karya LKMD I di pendopo Kabupaten Ciamis, pada 23-24 Februari 1981.
“Saya menggagas adanya jembatan yang menghubungkan Selajambe dan Sukajaya. Karena itu saya usulkan nama Selajaya. Namun, karena dalam catatan sejarah, kawasan tersebut dikenal dengan sebutan Jamuresi, yang artinya menjamu seorang resi yang merujuk pada penyebar agama Islam bernama Raden Muhammad Shaleh atau warga kala itu sering menyebutnya sebagai Eyang Khatib Shaleh. Beliau banyak berjasa menikahkan banyak orang dan menjadi khatib setiap sholat Jum’at,” kisah Djaja (80) yang tampak masih segar bugar di usianya yang telah senja.
Raden Muhammad Shaleh, tutur Djaja, adalah salah seorang putera Pangeran Natadiningrat, penyebar syiar agama Islam dari keprabonan Cirebon di zaman Belanda. Pangeran Natadiningrat sendiri melarikan diri dari keprabonan Cirebon karena bersilang pendapat dengan kerabat keraton lainnya yang pro Belanda. Beliau memilih menjadi warga biasa dan mengungsi ke Pesantren Darma, Kuningan di mana puteranya, Raden Muhammad Shaleh menimba ilmu agama di pondok pesantren tersebut. Selanjutnya, ayahandanya memintanya untuk menyebarkan syiar Islam dengan menyeberang Sungai Cijolang dan akhrinya menetap di Dusun Jamuresi, Sukajaya, Rajadesa, Ciamis.
Djaja mengisahkan, hasil perjuangan panjang warga desa agar ada jembatan permanen telah terwujud. Namun, ada yang masih mengganjal dalam pikiran warga yang masih menjadi pekerjaan rumah Pemerintah Kabupaten Kuningan, Pemerintah Kabupaten Ciamis serta Pemprov Jabar. Yakni infrastruktur jalan dari Selajambe sepanjang kira-kira 700 meter menuju jembatan tersebut masih belum dibangun. Saat ini masih berupa sawah dan tanah biasa yang bila terjadi hujan tidak bisa dilalui. Begitu juga, jalan sepanjang 2,5 kilometer dari desa Sukajaya menuju jembatan Jamuresi hingga kini masih luput dari perhatian Pemkab Ciamis. Karena itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga diminta turun tangan mengatasi hal ini.
“Saya juga berharap Pak Gubernur juga turun tangan, agar jalan dari dan menuju Selajambe bisa dibangun. Tak ada gunanya jembatan permanen, tapi tidak bisa dilalui. Motor pun belum bisa melewati jembatan itu, karena jalan belum dibangun,” ujar pensiunan Kepala Sekolah SD tersebut. (zam)