Pembunuh Anak Guru Besar Unpar Terancam Hukuman Mati

Terdakwa Alam Nasro sedang berdiskusi dengan kuasa hukumnya, Selasa (18/9). (AVILA DWIPUTRA/JABARTODAY.COM)

JABARTODAY.COM – BANDUNG 

Perampok bersenjata api, yang juga membunuh anak Guru Besar Universitas Parahyangan, Harindaka Maruti (20), mulai menjalani sidang dakwaan, Selasa (18/9). Kelima terdakwa tersebut adalah Amirudin alias Amir, Hendra alias Een, Muhammad Edi Iskandar alias Iis, Riki alias Kiki dan Alam Nasro.

Kelimanya menjalani sidang berbeda, kecuali Iis dan Een, yang disatukan berkas dakwaannya oleh penuntut umum. Dan dengan pasal yang berbeda pula. Dalam pembacaan dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum Himawan, mendakwa Alam Nasro dengan Pasal 12 UU Darurat tahun 1951 tentang kepemilikan senjata api. Hal yang sama juga dikenakan kepada Amirudin, yang menyimpan senjata tersebut, setelah melakukan kejahatan. Selain itu, Amir dikenakan Pasal 480 KUHP tentang penadahan.

Selain pasal tersebut, mereka juga dikenakan Pasal 338 tentang Pembunuhan, Pasal 365 tentang Pencurian dengan Kekerasan, dan Pasal 363 tentang Pencurian.

Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa, para pelaku berjumlah empat orang dan mengendarai dua sepeda motor jenis matic itu beraksi rumah Koerniatmanto, Jalan Cigadung Indah No.68 RT 5/6, Kelurahan Cigadung, Kecamatan Cibeunying Kaler, Jumat 20 April 2012. Di rumah tersebut, pelaku mengambil satu unit laptop merek Sony Vaio dan uang 6 ribu dollar dan ringgit Malaysia di dalam rumah tersebut. Karena mendapat sedikit hasil curian, mereka mencari sasaran lain untuk beraksi. Sambil mencari sasaran lain, mereka dicegat oleh Harindaka, yang bertanya soal isi tas yang dibawa. Singkat cerita, mereka menembak sang pemuda, dan meninggalkannya bersimbah darah.

Majelis hakim menyidangkan perkara tersebut adalah GN Arthanaya, Estining, Dulaemi. Dengan Ketua Majelis Hakim yang berbeda-beda, terdakwa Amir dan Nasro disidang oleh Hakim Ketua Dulaemi. Sedangkan, Een, Iis, dan Kiki, dipimpin oleh Estining, satu-satunya hakim wanita.

Sidang sendiri diadakan di Ruang Sidang Anak Pengadilan Negeri, dikarenakan penuhnya ruangan sidang yang ada di lembaga tersebut. Maka itu, majelis hakim memutuskan mengadakan proses persidangan di ruangan tersebut. Ruang anak yang sempit, makin terasa, karena para rekan korban yang kebanyakan mahasiswa datang menyaksikan proses peradilan.

Seluruh terdakwa didampingi oleh penasehat hukum dan akan mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa tersebut. Atas dakwaan tersebut, para pelaku terancam hukuman mati. (AVILA DWIPUTRA)

Related posts