Untuk melancarkan aktivitas, pemerintah melakukan berbagai upaya, di antaranya, menerbitkan sejumlah peraturan dan regulasi. Hal itu pun terjadi dalam dunia konstruksi. Salah satunya, mengenai perubahan badan usaha menjadi konvensi.
“Penetapan peraturan konvensi berlangsung 2012, Itu untuk menyikapi dan mengantisipasi bergulirnya ASEAN Economic Community sekaligus menjadi dasar penerbitannya,” ujar Daddi Herdiawan Ramzah, Wakil Ketua I Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Jawa Barat, pada sela-sela Musawarah Daerah DPD Gabungan Pelaksana Konstruksi Seluruh Indonesia (GAPENSI) Jabar di Hotel Savoy Homan, Kamis (13/3/2014).
Ternyata, ungkap Daddi, sejauh ini, infrastruktur untuk melakukan perubahan-perubahan itu belum sepenuhnya terbentuk. Saat ini, lanjut dia, yang terbentuk yaitu unit sertifikasi badan usaha dan tenaga kerja. Itu pun, kata dia, terjadi pada 2013. “Jadi, jika berbicara AEC, memang terlambat untuk melakukan penyesuaian. Karenanya, tahun ini, percepatan perubahan harus dilakukan,” ucap Daddi.
Menurutnya, tujuan pemerintah menerbitkan peraturan konvensi memang baik. Akan tetapi, kata dia, tidak selamanya teraplikasikan. Untuk itu, pemerintah pusat harus memahami situasi dan kondisi di daerah. Pihaknya, dituturkan Daddi, telah mengirimkan surat kepada Kementerian Pekerjaan Umum yang isinya berupa dispensasi bagi badan usaha yang menandatangani kontrak sebelum 30 Juni 2014, tidak perlu berganti menjadi konvensi.
Bersama Pemerintah Provinsi Jawa Barat, tutur Daddi, pihaknya menerima banyak keluhan dan kritik. Salah satunya, penandatanganan kontrak tender setelah 31 Maret 2014 harus berganti dari Sertifikat Badan Usaha (SBU) menjadi konvensi. “Kami khawatir, jika seluruh SBU melakukan pergantian menjadi konvensi, kondisinya tidak tepat waktu. Hal itu dapat menjadi kendala pembangunan infrastruktur. Artinya, pembangunan infrastruktur dapat terancam mengalami stagnan,” papar dia.
Di tempat yang sama, Enday Dasuki, Ketua DPD GAPENSI Kabupaten Bogor, berpendapat, saat ini, ada anggapan bahwa terjadi tumpang tindih aturan, mulai Undang Undang Jasa Konstruksi, Peraturan Presiden sampai Peraturan Menteri. “Ada anggapan peraturan menteri mengangkangi peraturan presiden, berkenaan dengan perubahan SBU menjadi konvensi, yaitu jika tidak melakukan perubahan, terjadi kegagalan kontrak,” kata dia.
Sedangkan dalam peraturan presiden, jelas dia, hal yang dapat menggagalkan kontrak yang ketika badan usaha tidak menyerahkan penjaminan. “Berdasarkan hal itu, ketika sebuah badan usaha menyerahkan penjaminan, hal tersebut tidak dapat menggagalkan kontrak. Itu karena saat penyerahan penjaminan, izin usaha badan usaha tersebut jelas,” urai dia. (ADR)