
JABARTODAY.COM – JATINANGOR
Sebanyak 1.890 pelanggan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Cabang Jatinangor, Kabupaten Sumedang terancam tidak akan mendapat pasokan air. Kondisi itu bisa muncul jika tiga bulan ke depan, musim kemarau masih mendera kawasan itu.
Kepala Seksi Teknik PDAM Cabang Jatinangor, Muhammad Taufik, mengatakan, kondisi yang muncul di lapangan menunjukkan, kemarau yang sudah berlangsung lebih dari enam bulan ini mengakibatkan debit air PDAM yang bersumber dari Guha Walet di Desa Genteng, Kecamatan Sukasari, Kab. Sumedang terus menurun.
“Semula debit air yang berasal dari Guha Walet sebesar 150 liter perdetik. Kini debit air berkurang menjadi 60 liter per detik,” kata Taufik, Senin (1/10).
Dia mengatakan, berkurangnya debit air di Guha Walet masih mending jika seluruh debit air yang berasal dari kawasan itu seluruhnya disalurkan untuk PDAM. Namun, kata dia, dari keseluruhan pasokan air yang bersumber dari Guha Walet, selain didistribusikan untukPDAM, air itu juga disalurkan untuk irigasi.
“Saat debit air masih keluar secara normal pada angka 150 liter per detik, air dari Guha Walet yang disalurkan untuk PDAM hanya 60 liter per detik. Sedangkan kini, saat debit air yang keluar hanya 60 liter per detik, air yang disalurkan untuk PDAM turun jadi 20 liter per detik,” katanya.
Menurut Taufik, akibat semakin berkurangnya debit air yang berasal dari Guha Walet, PDAM Cabang Jatinangor terpaksa memberlakukan penyaluran air secara bergilir kepada para pelanggan. Melalui sistem itu, pelangggan yang berada di kawasan barat dan timurJatinangor mendapat giliran penyaluran air setiap 24 jam sekali.
“Pelanggan PDAM yang tinggal di kawasan barat antara lain tinggal di Cipacing, Mandalangu, Bojongeureun, dan Puskopad. Sedangkan pelanggan di kawasan timur antara lain tinggal di Warungkalde, Ciseke, Sayang, Mekargalih, dan Neglasari. Karena kondisi tidak memungkinkan untuk memasok air secara normal, penggiliran penyaluran air untuk kedua kawasan itu terpaksa kami lakukan,” katanya.
Kata dia, tanda-tanda akan dilakukannya penggiliran penyaluran air sudah terlihat saat debit air dari Guha Walet masih 150 liter per detik. Waktu itu, pasokan air kepada pelanggan juga tersendat-sendat.
“Saat itu, bagi pelanggan yang tinggal di kawasan dataran rendah, kerap mendapat aliran air dalam volume yang kecil,” katanya.
Taufik menambahkan, penambahan debit air di Guha Walet sangat sulit dilakukan. Pasalnya, kata dia, kondisi hutan di Gunung Cijambu, Pasirkaliki, Kecamatan Sukasari yang menjadi sumber resapan air di seputar Gunung Walet gundul. Untuk mengembalikan kondisi itu ke kondisi semula, memerlukan waktu lama.
“Langkah yang mungkin bisa dilakukan yaitu membuat sumur dalam (pengeboran, Red). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh lembaga ilmu pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2003 lalu, kawasan yang bisa dijadikan lokasi untuk sumur dalam yaitu Desa Sindangsari, Cileles, dan Desa Cilayung,” katanya.
Menanggapi kondisi itu, salah satu warga , Aziz (48), warga RT 1/RW 8 Desa Sayang, Kecamatan Jatinangor, mengatakan, warga Jatinangor menghadapi kondisi yang dilematis.
“Untuk membuat sumur bor, air tetap sulit didapat. Pasalnya air di kawasan Jatinangor sudah tersedot oleh pabrik-pabrik, supermarket, dan apartemen. Di sisi lain, air yang bersumber dari PDAM pun tidak bisa diandalkan,” katanya. (DEDE SUHERLAN)