Jumlah Konsumen Merosot Tajam
JABARTODAY.COM – JATINANGOR
Pedagang senapan angin di Desa Cipacing, Kecamatan Jatinangor, Kab. Sumedang terancam gulung tikar. Dari tahun ke tahun, jumlah konsumen yang datang ke sentra penjualan senapan angin di kawasan itu semakin berkurang.
Salah satu pemiliki kios senapan angin di Cipacing, Engkat Katmala (56) mengatakan, penurunan jumlah konsumen ke sentra penjualan senapan angin Cipacing terlihat sejak sepuluh tahun lalu.
“Hingga akhir tahun 90-an, konsumen yang datang ke sentra penjualan senapan angin Cipacing sangat banyak. Pesanan senapan angin lebih banyak dilakukan secara borongan. Untuk saat ini, pembelian sistem itu sudah hilang. Konsumen lebih tertarik membeli sistem satuan,” kata Engkat, Selasa (18/9).
Engkat mengatakan, saat pesat-pesatnya penjualan senapan angin di Cipacing hingga akhir tahun 1990-an, konsumen yang datang dari luar Jawa, seperti Banjarmasin, Lampung, dan Palembang, mendominasi transaksi jual beli di kawasan itu. Setiap datang ke Cipacing, kata dia, konsumen paling sedikit membeli sebanyak 200 senapan angin. Bahkan, ada juga yang membeli hingga 500 dan 1000 pucuk senapan angin.
“Para konsumen yang membeli sistem borongan akan menjual kembali senapan angin itu di daerahnya masing-masing. Selain itu, pembeli yang membeli satuan juga jumlahnya membeludak. Setiap hari, puluhan konsumen datang ke kios yang saya kelola,” kata pemilik kios Toko Charlie Sport itu.
Berry (21), putra Engkat Katmala, yang menjadi pengelola sehari-hari Toko Charlie Sport, mengatakan, menurunnya penjualan senapan angin di Cipacing dipicu oleh semakin berkurangnya produksi perajin senapan angin di daerah itu. Penurunan produksi itu, kata dia, diakibatkan semakin mahalnya bahan baku senapan angin.
Dia menyebutkan, saat penjualan masih stabil, harga bahan baku senapan angin, seperti besi, titanium, dan staninles, hanya Rp. 400 ribu per kodi. Namun, kata dia, saat ini harga bahan baku mencapai Rp. 1,2 juta per kodi.
“Saya biasa membeli bahan baku dari Pasar Jatayu, Kota Bandung. Karena bahan baku yang dibeli dari pasar itu semakin hari harganya semakin melonjak, para perajin berupaya untuk mengurangi beban pengeluaran dengan cara mengurangi produksi. Di sisi lain, harga jual senapan angin kepada konsumen disesuaikan dengan melonjaknya harga bahan baku. Akibatnya, di tengah semakin tingginya harga jual, jumlah konsumen pun otomatis semakin berkurang,” beber Berry.
Pemilik toko senapan angin lainnya, Dede Komarudin (52), mengatakan, saat ini, konsumen senapan angin dari luar Jawa lebih tertarik untuk membeli senapan angin ke perajin senapanangin di Pare, Kediri, Jawa Timur. Harga senapan angin di kawasan itu, relatif lebih stabil. Pasalnya, kata dia, bahan baku senapan angin yang dibeli oleh perajin di Pare, tidak semahal seperti yang dibeli oleh perajin di Cipacing.
“Awalnya, perajin senapan angin di Pare belajar membuat produk ke perajin di Cipacing, seperti cara membuat senapan angin jenis canon sport dan benyamin franklin. Namun, kendati perajin senapan angin di Pare saat ini sedang mengalami peningkatan usaha, namun perajiin di Cipacing memiliki kelebihan tersendiri. Hingga kini, perajin di Pare belum bisa membuat senapan angin jenis pelatuk, BSA, dan pelatuk. Seharusnya, itu menjadi modal yang sangat berharga bagi perajin di Cipacing saat memasarkan produk-produk mereka,” kata pemilik Toko Galuga itu.
Sementara itu, pelayan Toko Guns Sport, Nengsih (26), mengatakan, untuk saat ini, dia tidak bisa memprediksi jumlah konsumen yang membeli senapan angin di toko itu.
“Suasana penjualan memang sangat sepi. Paling-paling, jumlah konsumen yang datang ke toko ini hanya di bawah 5 orang per hari. Biasanya masing-masing konsumen hanya membeli senapan angin
dengan sistem satuan bukan borongan seperti dulu,” ujarnya. (DEDE SUHERLAN)