
JABARTODAY.COM – BANDUNG
Penertiban parkir liar di depan Pasar Baru oleh Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Kota Besar Bandung beberapa waktu lalu, tidak berdampak signifikan. Kondisi di tempat tersebut kembali semrawut, bahkan ditambah banyaknya taksi yang ngetem, tepat di depan Pasar Baru, makin menambah kemacetan di ruas jalan itu.
Pantauan Jabartoday.com di lapangan, kepadatan terlihat sejak Jalan Suniaraja dan Jalan Kebonjati. Ratusan kendaraan, terutama roda empat, berjalan merayap ke arah Jalan Otista.
Tidak hanya itu, jalan yang menyempit lantaran digunakan parkir motor dan di ruas sebelah kanannya dipakai ngetem taksi juga becak, membuat menghambat laju kendaraan. “Harusnya Satpol PP tegas begitu melihat kesemrawutan ini, dan langsung menindak,” papar seorang warga, Iman Robiansya (32), saat ditemui di Pasar Baru, Rabu (12/9).
Menanggapi masalah ini, Ketua Komisi A DPRD Kota Bandung, Haru Suandharu, di tempat terpisah, mempertanyakan sikap pembiaran itu oleh Pemerintah Kota Bandung. “Saya jadi bertanya-tanya, kenapa ada parkir liar lagi di depan Pasar Baru dan taksi yang ngetem di situ? Apakah ada yang mengarahkan? Artinya melakukan regulasi secara liar di luar Pemkot? Sepertinya penertiban seperti apa pun tidak mempan,” beber Haru.
Haru menambahkan, sebaiknya Satpol PP dan Dinas Perhubungan harus memiliki posko di depan Pasar Baru. “Jadi setiap ada parkir liar dan taksi yang nunggu penumpang disitu bisa ditertibkan,” tegasnya.
Mengenai sikap pembiaran, yang dapat membuat wibawa Pemkot semakin jatuh di masyarakat, Haru berpendapat, hal itu sudah menjadi konsekuensi. “Selama masyarakat memaklumi dan mengampuni ketidakmampuan ini, hal itu juga mungkin bukan jadi masalah. Tetapi ke depan masyarakat akan semakin cerdas dan berdaya. Saat itu, Pemkot sudah kehilangan wibawa, masyarakat bisa melakukan pembangkangan sipil. Pemkot dianggap tidak ada,” komentarnya.
Untuk mengantisipasi hal itu, Haru mengusulkan agar Pemkot membuat program jangka panjang selama 1 tahun. Seperti merancang kehadiran posko di lapangan untuk kegiatan sosialisasi, peringatan, penertiban, hingga tindakan represif. Kemudian melibatkan semua pemangku kepentingan, dan mengawasi apakah ada oknum aparat yang terlibat. “Jika oknum aparat tidak ada yang terlibat dan semua program dilaksanakan. Saya optimis semua bisa ditata dan dikelola dengan baik,” ujarnya.
Atau juga menyediakan tempat parkir, kalau perlu membuat gedung parkir, dan dilakukan penjagaan setiap hari selama 24 jam. “Saya optimis masih bisa ditertibkan. Perlu ada sosialisasi, karena budaya tidak tertib dan sadar hukum adalah salah satu masalah kita yg cukup berat, disamping masalah penegakkan hukum. Jadi kelemahan ini ada pada keduanya,” imbuhnya. (AVILA DWIPUTRA)