Orang Tua Perlu Belajar PAUD

Gubernur Jabar Ahmad Heryawan di tengah kerumunan anak-anak PAUD di Grand Ballroom The Papandayan Hotel Bandung, Minggu (22/7). (NAJIP HENDRA SP/JABARTODAY.COM)

JABARTODAY.COM – BANDUNG

Anak-anak memang benar sasaran PAUD atau pendidikan anak usia dini. Namun begitu, PAUD bukan semata-mata diperuntukkan bagi anak-anak. Orang tua pun dituntut memahami PAUD dengan baik.

“Anak-anak itu hanya objek. Subjeknya adalah orang tua. Karena itu, orang tua perlu mempelajari PAUD agar tidak sampai keliru dalam memahami anak-anak. Pemahaman yang salah terhadap anak memicu kesalahan dalam memandang anak,” kata Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan saat berbicara di hadapan sekitar 500 anak berkebutuhan khusus dan peserta didik PAUD di Grand Ballroom The Papandayan Hotel, Jalan Gatot Subroto, Minggu (22/7) pagi.

Dalam pertemuan yang diprakarasi Badan Pengurus Daerah (BPD) Ikatan Pengembang Kepribadian Indonesia (Iprisia) Jawa Barat dalam rangka peringatan Hari Anak Nasional yang jatuh pada 23 Juli tersebut Gubernur menceritakan masih sering menemukan fakta yang menunjukkan rendahnya pemahaman orang tua terhadap pola asuh anak. Bahkan, dalam beberapa kasus sebagian orang tua melihat anak sebagai properti, komoditas, dan lain-lain.

Peraih gelar doktor kehormatan dari salah satu perguruan tinggi di Korea ini mencontohkan, di salah satu daerah masih terdapat orang tua yang menikahkan anaknya sebagai kompensasi pembayaran utang. Ada juga orang tua yang menikahkan anaknya karena kesulitan biaya untuk meneruskan pendidikan. Akibatnya, anak usia 13 tahun dipaksa menanggung beban psikologis sebagai sebuah keluarga.

Konsekuensi lain dari rendahnya pemahaman orang tua terhadap anak adalah munculnya tindak kekerasan dalam keluarga. Saat Heryawan bertanya kepada orang tua yang mengantar anak-anaknya ke acara tersebut tentang siapa saja yang tidak pernah nyintreuk, menjewer, dan molototan, ternyata tidak satu pun yang tidak pernah melakukannya. Artinya, hampir semua orang tua di Grand Ballroom hotel yang dimiliki pemilik Media Group tersebut pernah melakukan tindakan yang dikategorikan kekerasan itu.

Contoh lainnya kekeliruan pemahaman PAUD menurut Heryawan adalah memaksakan pembelajaran formal kepada anak-anak. “PAUD, TK, atau playgroup itu bukan tempat anak-anak belajar membaca dan menulis. Di sana mereka seharusnya bermain dan bernyanyi. Kalaupun adalah pengenalan baca tulis, hanya berupa hapalan untuk menstimulasi saja. Pengajarkan baca-tulis pada anak-anak PAUD sudah salah kaprah,” kata Heryawan.

Dalam kondisi yang lebih parah, imbuh Heryawan, ketidakpahaman pada pola asuh dan tumbuh kembang anak kerap melahirkan kekerasan dan eksploitasi. Sementara di kalangan orang mampu secara finansial, persoalan yang kerap muncul adalah mempersamakan kebutuhan anak dengan materi semata. Sebagian orang tua merasa sudah memenuhi kewajibannya manakala sudah memenuhi kebutuhan fisik anaknya. Tidak banyak di antara mereka yang menyadari pentingnya pemenuhan kebutuhan psikologis.

 

Anak adalah Investasi

Heryawan menegaskan, pentingnya pemahaman pola anak karena pada dasarnya anak merupakan investasi masa depan. Anak-anak yang dididik dengan baik akan menjadi pemimpin yang baik. Pun pula sebaliknya dengan anak-anak yang tidak dididik dengan tepat.

“Tunas yang baik itu tentu lahir atau berasal dari akar yang kuat. Karena itu, anak-anak yang baik juga pastilah berasal dari keluarga yang baik. Keluarga berkualitas lahir dari keluarga berkualitas pula. Di sinilah pentingnya orang tua memahami pola asuh dan tumbuh kembang anak,” tandas Heryawan.

Mantan Ketua Persatuan Umat Islam (PUI) ini menyayangkan meredupnya nilai-nilai kultural dalam pengasuhan anak-anak. Banyak anak kehilangan tuntunan akibat terlalu dominanya tontotan di depan mata. Dia pun mengimbau para orang tua untuk tidak membiarkan anaknya menonton sinteron tak berkualitas.

“Anak merupakan amanah, dia adalah investasi. Anak tentu tidak bisa memilih lahir dari orang tua yang mana, dididik dengan cara seperti apa. Karena itu, menjadi tanggung jawab orang tua untuk memberikan pendidikan, pengasuhan, dan perlindungan bagi anak-anaknya,” tegas Heryawan.

“Anak-anak hari ini merupakan pemilik masa depan. Dua puluh atau 30 tahun ke depan, anak-anak hari ini adalah pemimpin. Kita menitipkan harapan kepada mereka,” pungkas Gubernur.(NJP)

Related posts