Dari Jakarta Kita Rebut Indonesia

Penulis berpelukan dengan Gubernur DKI Anies Baswedan, 19 April 2017, sesaat setelah pengumuman kemenangan Anies-Sandi dalam Pilkada DKI tahun lalu. (istimewa)

Oleh Geisz Chalifah

Hari ini 19 April setahun lalu, hari masih terbilang pagi, Deni JA mengirim pesan whatsap pada saya memberi kabar hasil exit poll LSI juga berisi ucapan,  “Selamat Datang Gubernur Baru

Hari masih pagi, perhitungan suara belum dimulai. Saya baru saja kembali ke rumah dari beberapa TPS, mengontrol jalannya pemilihan di wilayah saya.

Membaca pesan dari Denny JA, mata saya basah. Istri saya bertanya: Ada apa ? Saya mengabarkan Anies menurut perhitungan LSI Denny JA menang telak. Spontan dia berucap, “Alhamdulillah” terlihat matanya berkaca-kaca.

Beberapa saat sebelumnya istri saya sangat khawatir, ketika kami sekeluarga mendatangi TPS untuk memilih. Beberapa orang yang entah dari mana yang tak dikenal dan bukan warga sekitar, memvideokan saya dan anak-anak, seorang perempuan dan beberapa laki-laki berbadan tegap.

Anak laki-laki saya mau bereaksi mempertanyakan siapa mereka, segera saya tahan. Saya katakan: Tenang saja! Biarkan saja mereka mau melakukan apa saja, selama tak mengganggu. Ketidakadilan yang kami rasakan dari pihak berwenang selama Pilkada membuat saya berhati-hati dalam bertindak. Pembiaran pada mereka pembuat onar namun cepat dan tanggap pada setiap laporan terhadap kami para pendukung Anies-Sandi membuat emosi warga mudah tersulut.

Tak lama kemudian beberapa teman dari FBR datang mencari orang yang tak jelas tadi namun mereka sudah pergi. Saya menenangkan agar tak terjadi keributan.

Saya membaca berulang ulang pesan Denny JA, kemudian dengan hati bergetar, segera mengambil wudhu lalu melakukan sholat sunah kemudian sujud syukur atas rahmat yang Allah berikan. Sepanjang sholat airmata tak henti-hentinya menetes. Hari itu rasa-rasanya bila nyawa diambil pun saya ikhlas setelah perjuangan panjang yang mendebarkan itu tuntas ditunaikan.

Masih sangat terbayang perlakuan tak adil dari penguasa selama Pilkada berlangsung. Pembiaran dari yang berwenang atas pelanggaran demi pelanggaran kepada mereka pihak lawan. Namun sebaliknya penekanan demi penekanan yang diperlakukan terhadap kami para relawan Anies Sandi.

Seluruh rangkaian perjuangan seluruh ikhtiar dan doa yang tak pernah henti, hari itu terkabulkan.

Dari sejak semalam sehari sebelum pemilihan, masyarakat yang gerah terhadap ketidakadilan, pada keangkuhan kekuasaan. Berzikir tak pernah henti. Ibu-ibu mengaji dan berdoa. Ribuan bahkan mungkin jutaan manusia di berbagai pelosok Indonesia melakukan sholat malam. Ribuan ibu-ibu itu mengaji dengan linangan air mata, berharap mendapat pemimpin Jakarta yang baru.

Doa dari seluruh Indonesia dipanjatkan untuk sebuah kemenangan dalam pilkada DKI melawan arogansi kekuasaan.

Dan di pihak sebelah sana sibuk mengirimkan sembako ke berbagai wilayah Jakarta agar memilih calon yang mereka dukung.

Segenap doa, segenap harapan, segala ikhtiar pada akhirnya dipasrahkan hanya kepada Ilahi Robbi penggenggam jiwa, pemilik alam semesta.

Tak lama kemudian ratusan ucapan selamat via WA mengalir.
Padahal perhitungan suara baru saja dimulai, namun aura kemenangan sudah sangat terasa. Exit poll dari beberapa lembaga rupanya sudah bocor, para relawan saling memberi selamat dan euforia sudah merambah ke hati setiap relawan tak ternilai.

Merenungkan kembali masa-masa Pilkada DKI, dan kelangsungan demokrasi di Republik ini, sepertinya kita harus berjuang terus agar demokrasi tegak pada aturan dan perjalanan bangsa ini bisa mencapai tujuan dengan tanpa melukai siapa pun. Untuk itu, mari secara bersama kita perjuangkan: Dari Jakarta, Kita Rebut Indonesia Di 2019 Secara Konstitusional!

Related posts