Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan tegas menyatakan bahwa haram hukumnya seseorang memberikan sumbangan kepada yayasan, lembaga pendidikan, atau bahkan pembangunan tempat ibadah semacam masjid maupun gereja bila uang tersebut merupakan hasil korupsi. Koruptor jangan berpikir setelah menyumbang masjid harta haram mereka bisa menjadi halal.
“Harta yang haram meskipun disedekahkan tidak akan berubah menjadi halal, pada hakikatnya harta itu bukan miliknya,” jelas sekretaris Komisi Fatwa MUI, Dr. Asrorun Ni’am, di Jakarta, Senin (2/7).
Dosen IAIN Jakarta ini berpendapat bahwa perbuatan baik harus dilakukan dengan cara yang baik. Begitu pula halnya dengan sumbangan harus dari sumber yang halal.
“Tujuan yang baik tidak boleh menggunakan cara dan sarana yang tidak benar. Harta korupsi adalah harta haram karena diperoleh secara tidak sah,” jelasnya.
Ni’am menjelaskan harta hasil korupsi pada pada hakikatnya bukan miliknya. Harta hasil curian pada hakikatnya tetap milik pihak yang dicuri.
“Jika itu asalnya dari perusahaan, ya berarti milik perusahaan. Dan jika dari negara ya milik negara. Harta hasil curian harus dikembalikan ke pemiliknya, atau dirampas untuk dikembalikan. Jika sudah dipakai sendiri atau disumbangkan sekalipun, ia tetap wajib mengganti,” jelasnya. (alfian)