Mudik Ngagowes Ala Haris Akbar

Goweser Haris Akbar, saat menempuh perjalanan mudik Bandung - Cileungsir, Rancah, Ciamis, Rabu (15/8). Waktu itu Haris tengah melintasi kawasan Limbangan, Kab. Garut. (DEDE SUHERLAN/JABARTODAY.COM)

JABARTODAY.COM – CIAMIS

MENEMPUH perjalanan mudik dengan menggunakan mobil atau sepeda motor biasa dilakukan oleh para pemudik. Namun, langkah yang dilakukan oleh Haris Akbar, warga Cisaranten Kulon, Kota Bandung berbeda. Pria berusia 33 tahun ini, nekat mengayuh sepeda menuju kampung halaman di Dusun Cileungsir, Desa Cileungsir, Kec. Rancah, Kab. Ciamis. Jarak sejauh 130 kilometer antara Bandung – Rancah, Ciamis menjadi tantangan untuk melakukan sesuatu yang lain daripada yang lain.

 
Tentunya, kenekatan goweser yang tergabung dalam Bike to Work dan Komunitas Gowes Mande (KGM) ini bukan sekadar keinginan yang tidak disertai persiapan matang. Sebelumnya, perjalanan jarak jauh menggunakan sepeda kerap dilakukan Haris. Beberapa kawasan yang pernah ia singgahi di antaranya Situ Patenggang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung; Gunung Tangkubanparahu, Lembang; Pangalengan, Kabupaten Bandung; Pacet, Cibeurerum, Kabupaten Bandung; Kamojang, Kabupaten Garut; dan Waduk Jatiluhur, Purwakarta.

 

“Menempuh perjalanan jauh menggunakan sepeda sangat menantang dan memacu adrenalin. Dengan alat transportasi yang satu ini saya mengenal banyak daerah,” kata Haris, Sabtu (25/8).

 

Tentunya, kendati sering melakukan perjalanan jauh menggunakan sepeda, perjalanan yang ditempuh oleh Haris kali ini berbeda. Sewaktu menggowes untuk bermudik ria, selain ritual bersepeda ini dilakoni kala berpuasa, Haris pun harus pintar-pintar berbagi jalan dengan jutaan pemudik yang memakai mobil dan sepeda motor.

 

Menghadapi kondisi itu, Haris melakukan persiapan spesial. Untuk menghindari dehidrasi yang berlebihan karena asupan cairan yang kurang selama menjalani ibadah puasa, sebelum melakukan perjalanan, dia minum air sebanyak-banyaknya. Lalu, sepekan sebelum hari H, sepeda kesangannya diservis terlebih dahulu. Tak ketinggalan, peralatan berupa kunci-kunci, ban serep, dan lampu penerangan, disimpan rapi di bagasi yang ditempatkan di bagian belakang sepeda.

 

“Mudik tahun ini bertepatan dengan musim kemarau yang sangat panas. Angin berhembus cukup kencang. Karena itu, saya pun membawa beberapa potong pakaian berupa kaos dan jaket untuk menghadapi cuaca yang ekstrem tersebut,” tutur Haris.

 

Selepas segalanya siap sedia, perjalanan mudik pun dimulai. Tepatnya pada Rabu, 15 Agustus, pukul 11.46 WIB, Haris berangkat menuju Ciamis dan mengambil start di Cisaranten Kulon, Bandung. “Bendera-bendera merah putih yang dipasang di tiang bambu untuk menyamut HUT Kemerdekaan RI, semakin menyemangati perjalanan kali ini. Semangat 45, demikian orang menyebutnya,” ujar Haris dengan mata berbinar-binar.

 

Selanjutnya Haris menyebutkan, rintangan perjalanan mudik kali ini sudah terasa sejak perempatan Jl. Rumah Sakit-Cinambo, Ujungberung. Ribuan sepeda motor terlihat mendominasi jalanan.

 

Selanjutnya, kawasan Cibiru, Cileunyi, Rancaekek, Cicalengka, dan Nagrek dilalui. Tak seperti diperkirakan sebelumnya, Nagrek tidak begitu padat. Lancar.

 

Namun, memasuki kawasan Limbangan , tepatnya daerah Lewo, perjalanan agak tersendat. Padat merayap. Ini dikarenakan adanya aktivitas pasar. Tetapi itu tidak berlangsung lama. Melewati pasar semua berjalan lancar.

 

“Menjadi kebanggaan tersendiri ketika konvoi mudik berbarengan dengan jutaan mobil dan sepeda motor. Sepeda yang saya kayuh terselip di antara deru raungan suara bising mesin kendaraan bermotor,” ungkap Haris.

 

Terperosok

Haris menuturkan, rasa was-was dan jantung deg-degan hadir saat sepeda yang dia kayuh memasuki turunan jalan di kawasan Gentong. Ketika hari merambat memasuki malam hari, dia harus menghadapi turunan jalan yang curam dan panjang. Kekhawatiran sepeda tak bisa dikendalikan menghantui pikirannya. Kewas-wasan hati Haris memang terbukti. Di kawasan itu Haris sempat terperosok ke bahu jalan.

 

“Lampu penerangan yang saya bawa tidak cukup membantu. Selain karena kelelahan, lampu penerangan jalan juga sangat kurang. Sangat membahayakan. Setelah melewati turunan Gentong saya berhenti di SPBU. Mengganti pakaian yang basah kuyup oleh keringat. Saya istirahat selama dua jam,” katanya.

 

Tepat pukul 21.36 WIB perjalanan dilanjutkan. Angin berhembus kencang. Hawa dingin menembus tulang. Ketika tengah malam tiba, setelah melewati tanjakan Pari, Kec. Panjalu, Kab. Ciamis, yang begitu panjang, Haris sampai di Situ Lengkong.

 

Karena hari merambat menjelang tengah malam dan rasa lelah yang memucak, Haris memutuskan menginap di Mapolsek Panjalu. Menjelang sahur, Haris baru melanjutkan perjalanan, menembus jalan berkabut jarak ke kampung halaman sejauh 40 kilometer.

 

Tantangan terakhir menuju lembur karuhun ditemui saat memasuki jalur Rajadesa – Rancah, sepanjang 4 kilometer. Mulusnya perjalanan terganggu oleh rusaknya jalan di jalur itu. Dia harus ekstrahati-hati melewati jalan beraspal namun penuh dengan begitu banyak bolongan.

 

“Alhamdulillah, Kamis, 16 Agustus, sekitar pukul 06.00 pagi, sepeda yang saya kayuh sampai juga ke Cileungsir, desa tempat dilahirkan dan menghabiskan masa kecil. Perjalanan disertai istirahat hampir 20 jam lebih, terlewati sudah. Lega rasanya bisa menghirup udara pagi di kampung halaman,” pungkas Haris. (DEDE SUHERLAN)

Related posts