JABARTODAY.COM – JAKARTA
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Abubakar nampak sangat gemas melihat kondisi birokrasi yang masih sangat lamban, penuh dengan korupsi dan masih sangat gemuk. Oleh karena itu ia bertekad untuk memperbaiki problema krusial itu dengan cara mendorong munculnya Rancangan Undang Undang Aparatur Sipil Negara.
“Kita tahu birokrasi kita ini masih penuh praktik korupsi, terlalu gemuk, birokratis atau lamban, dan enggan menerima perubahan. Melalui RUU Aparatur Sipil Negara ini kita ingin menciptakan praktik birokrasi yang sehat dan melayani masyarakat dengan baik,” kata Azwar Abubakar dalam workshop RUU Aparatur Sipil Negara, di Jakarta, Rabu (3/10).
Azwar menjelaskan, pembentukan RUU Aparatur Sipil Negara ini merupakan perubahan dari Undang Undang Nomor 43 tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Beleid yang lama ini dianggap belum mampu melahirkan aparatur negara yang profesional. Menurut Azwar, setelah diteken Presiden , draft RUU tersebut akan segera di bahas bersama DPR.
RUU Aparatur Sipil Negera ini memuat beberapa isu penting tentang kepegawaian seperti status kepegawaian pusat dan daerah,istem jabatan eksekutif untuk tingkat eselon dua sampai eselon tiga atau setara direktur atau direktur jenderal. Aturan ini nantinya akan mendorong terciptanya kompetisi secara sehat bagi siapa saja yang memenuhi persyaratan.
“Filosofinya adalah, bahwa setiap pegawai negara memiliki kesempatan yang sama untuk menduduki jabatan tertentu sesuai dengan kapasitas yang disyaratkan,” tegas Azwar Abubakar.
Dalam kesempatan itu menteri asal Aceh ini mengingatkan bahwa kondisi birokrasi kita mengalami masalah yang sangat parah. Oleh sebab itu, selaku menteri yang dipercaya presiden untuk memperbaiki birokrasi harus mendapatkan partisipasi dari seluruh stake holders yang ada.
“Kalau sistemnya sudah benar, sedang manusia yang mengendalikan dan melaksanaakan aturannya belum atau tidak benar, tentu akan percuma saja. Jadi keduanya harus sama-sama benar,” paparnya.
Menurut salah satu tokoh dibalik sukses perundingan damai Aceh di Helshinki ini, akibat birokrasi yang korup, lamban, gemuk dan tidak profesional, menyebabkan pembangunan di Indonesia mengalami keterlambatan dibanding negara-negara lainnya. ” Pembangunan infrastruktur kita tidak saja hanya kalah dengan China, Malaysia, atau Singapore, tapi dengan Vietnam pun kita sudah tertinggal jauh, jadi kita harus sadari kondisi bangsa ini sudah parah, kaena itu kita mesti berubah agar lebih baik,” tegasnya.[far]