Memulihkan Pariwisata Indonesia melalui BIPA

Syifa Nauval Muftia

Mahasiswa Prodi BIPA Sekolah Pascasarjana UPI – snauval@gmail.com

Sejak pandemi COVID-19 melanda berbagai negara, termasuk Indonesia, salah satu sektor yang paling terpukul dampaknya adalah industri pariwisata.  Padahal sektor ini bertemali dengan berbagai sektor industri lainnya, seperti  bisnis transportasi, perhotelan, tempat wisata, industri hiburan, kuliner, dan industri lainnya. Akibatnya, banyak pelaku usaha industri pariwisata dan ekonomi kreatif yang tidak mampu bertahan karena mengalami penurunan omzet secara drastis. Akibat ikutannya telah menurunkan daya beli masyarakat, meningkatnya jumlah pengangguran serta tentunya menurunnya penerimaan devisa negara.

Sekedar informasi, menurut Menparekraf RI, Sandiaga Uno dampak dari pandemi untuk pariwisata dan ekonomi kreatif sangat dahsyat. Prosentase jumlah penurunan wisatawan mancanegara mencapai 75% dan wisatawan nusantara sekitar 30%. Lebih dari 2 juta masyarakat kehilangan pekerjaan dari total 34 juta yang bergerak di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. (Sumber: ut.ac.id ). Saat ini pemerintah sedang berupaya memulihkan dunia pariwisata Indonesia. Menparekraf Sandi Uno menjelaskan, ada 3 pilar utama cara yang akan dan sedang dilakukan yaitu melalui inovasi, adaptasi dan kolaborasi. Untuk menunjang upaya tersebut, bahkan Kemenparekraf meluncurkan hibah. Di tahun 2020 saja, dianggarkan hibah 3.3 triliun rupiah.

Sesungguhnya terdapat sejumlah opsi dan inovasi yang dapat dsilakukan untuk memulihkan pariwisata Indonesia. Salah satu diantaranya adalah dengan mengembangkan berbagai program Pembelajaran BIPA atau Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing yang dikemas dalam konteks pariwisata.

Sekilas BIPA

BIPA merupakan singkatan dari Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing atau sebagai Bahasa kedua (foreign language). Kemunculan BIPA tentu tidak bisa dilepaskan dari tingginya minat atau animo orang asing untuk mempelajari Bahasa Indonesia yang dari waktu ke waktu terus meningkat pesatr.  Menurut data Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa tahun 2020 misalnya,  sebanyak 355 lembaga penyelenggara program BIPA di 41 negara dengan total 72.746 pemelajar. Lembaga ini juga telah memfasilitasi 146 lembaga di 29 negara.

Jumlah perguruan tinggi yang membuka jurusan Indonesian Studies di sejumlah negara juga semakin meningkat. Antara lain Nanzan University di Jepang, Beijing Foreign Studies University di Tiongkok, dan Lomonosov Moscow State University di Rusia. Di Amerika Serikat, tidak kurang dari 4 universitas, yaitu: Arizona State University, Columbia University, Cornell University, Harvard University. Begitu pula halnya dengan potensi dari pemelajar BIPA yang mempelajari Bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua atau sejak sekolah dasar, antara lain di sekolah-sekolah di Australia dan di Thailand. Berbagai fakta dan data  ini , sesungguhnya jika disikapi dan ditangkap secara cerdas merupakan potensi peluang meningkatkan dunia pariwisatra kita yang saat ini sedang mati suri.

BIPA dan  Pariwisata

Seperti diketahui tujuan orang asing yang berkunjung ke Indonesia tentunya tidak hanya sekedar ingin menikmati keindahan alam atau kekayaan dan keragaman budaya bangs kita.  Sebagian di antara mereka ada yang datang  dengan berbagai motivasi lain. Misalnya untuk bekerja, belajar, berinvestasi atau bisnis atau mugkin juga untuk melakukan berbagai riset.

Seperti sudah disinggung, bahwa menurut data dari Kemdikbud (2020), tercatat ada 355 lembaga penyelenggara program BIPA di 41 negara, dengan total 72.746 pembelajar. Sedangkan orang asing yang datang ke Indonesia dengan tujuan bekerja sebagai Tenaga Kerja Asing (TKA) jumlahnya terus bertambah secara signifikan. Berdasarkan data Kemenaker hingga Mei 2021, tercatat ada 92.058 orang.  Dari data tersebut TKA asal Tiongkok menduduki peringkat pertama, yaitu 35.781 orang, atau setara 36,17%. Disusul kemudian dengan Jepang 12.823 orang, Korea Selatan 9.097, India 7.356 orang, Malaysia 4.816 orang, Fiilipina 4.536 orang, Amerika Serikat 2.596 orang, Australia 2.540 orang, Inggris 2.176 orang, Singapura 1.994 orang dan, 15.187 dari negara lainnya.

Besarnya angka-angka tersebut tentunya merupakan sebuah potensi besar bagi pengembangan dunia pariwisata kita melalui penyelenggaraan program BIPA untuk mereka. Kita mengundang para wisatawan asing yang datang dengan tujuan Vacation Study atau belajar sambil liburan, baik itu dengan mengambil kursus singkat bahasa Indonesia, melakukan penelitian lapangan, ataupun secara khusus ingin belajar budaya Indonesia.

Untuk menangkap peluang meningkatkan potensi pariwisata kita dengan memanfaatkan program-proram BIPA tersebut, tentunya perlu ada upaya yang sungguyh-sungguh serta pollical will, baik dari dunia perguruan tinggi, asosiasi pengajar BIPA serta yang tidak kalah pentingnya pemerintah terkait, khususnya Kemenparekraf, Kemendikbud-Ristek, Kemenkumham, serta Deplu.

Selama ini, perguruan tinggi atau afiliasi pegiat atau pengajar BIPA belum secara optimal memanfaatkan peluang ini. Hal ini bisa dilihat dari belum disiapkannya program BIPA secara matang untuk berbagai kebutuhan. Sebagai perbandingan, di negara-negara yang tinggi dengan jumlah pemelajar bahasa asing seperti bahasa Inggris di UK dan AS, lumrahnya wisatawan akan ditanya mengenai tujuan kedatangan. Berapa lama rencana tinggal, dan untuk kepentingan apa datang ke negara tersebut. Dari kebutuhan itulah biasanya wisatawan akan ditawarkan program yang menunjang tujuan.

Sudah saatnya para pegiat BIPA meniru hal yang sudah dilakukan negara-negara besar tersebut. Seperti halnya bahasa Inggris yang dipelajari sebagai bahasa asing yang disesuaikan dengan tujuan kedatangan wisatawan, hal ini yang belum ditemukan dalam program BIPA. Kita perlu menyiapkan program program pembelajaran BIPA yang berfokus pada bahasa, budaya, bisnis atau hal lainnya, lalu kemudian ‘menjualnya’.

Sedangkan berbagai departemen tekait, sudah saatnya mereka menjalin kolaborasi dalam membuat berbagai kebijakan yang memberikan kemudahan bagi para wisatawan yang akan dating ke Indonesia yang juga sekaligus akan belajar BIPA. Kerjasama dan kolaborasi antar departemen dalam meningkatkan dunia pariwisata kita ini selaras dengan pernyataan Menparekraf Sandiaga Uno yang  mengatakan bahwa  kolaborasi menjadi kunci bangkitnya pariwisata Indonesia. Tanpa melibatkan mitra-mitra pendukung pariwisata akan sulit untuk memulihkan sektor ekonomi kreatif dari keterpurukannya saat ini. (https://www.inews.id). Penulis percaya, kolaborasi dimaksud oleh Menparekraf termasuk dengan dunia PT dan asosiasi penyelenggarakan BIPA. []

Related posts