Masalah Infrastruktur Dapat Sebabkan Inflasi

flickriver
flickriver

JABARTODAY.COM – BANDUNG Kenaikan harga BBM bersubsidi, Tahun Ajaran Baru, dan momen menjelang Ramadhan juga Idul Fitri, menjadi faktor penyumbang tingginya inflasi pada bulan ini. Namun demikian, satu hal yang mesti menjadi perhatian dan turut menyumbang inflasi yang cukup tinggi yakni permasalahan infrastruktur. Kurangnya kualitas infrastruktur, menyebabkan waktu tempuh menjadi jauh lebih lama dan hal tersebut sangat mempengaruhi harga komoditas yang diangkut.

Demikian disampaikan Kepala Dinas Peternakan Jawa Barat, Koesmayadi Tatang Padmadinata, dalam Focus Group Discussion bertajuk “Ketersediaan Pangan Strategis dan Dampaknya Terhadap Inflasi Menjelang Hari Raya” di Aula Harian Umum Pikiran Rakyat, Jalan Soekarno-Hatta, Kamis (4/7).

“Selama permasalahan infrastruktur tidak dapat diatasi, maka tidak ada jaminan harga komoditas akan aman,” ujar Koesmayadi.

Ia mengilustrasikan, ketika dalam kondisi normal perjalanan Bandung – Ciamis tidak lebih dari 3 jam, maka pada masa Lebaran, waktu tempuh bisa jauh lebih lama bahkan hingga 6 – 8 jam. “Selain itu, hingga saat ini kemacetan masih terjadi di sejumlah tempat. Bahkan dari Cipatat menuju Bandung saja tidak kurang dari 4 jam. Hal ini tentu berpengaruh banyak terhadap distribusi komoditas,” kata Koesmayadi.

Maka dari itu, menurutnya, permasalahan komoditas yang terkait supply dan demand tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah ketersediaan, tapi juga sangat terkait dengan faktor distribusi. Ia menekankan, sekalipun pasokan berlebih, tidak menjadi jaminan harga akan dapat ditekan karena faktor psikologis sangat mempengaruhi harga komoditas.

“Masyarakat masih kurang cerdas untuk menilai keadaan, distribusi terlambat dipahami sebagai ketiadaan pasokan. Padahal, komoditasnya terlambat sampai di tempat tujuan akibat kondisi kemacetan,” tuturnya.

Soal supply and demand sendiri juga dialami oleh daging sapi, terutama menjelang lebaran, yang mencapai 115 ribu atau naik sekitar 20-30% dari biasanya.

“Padahal kontribusi Jabar hanya 36 ribu atau 20% kontribusi nasional, sisanya 80% dari NTB, NTT, Lampung, dan Jawa Tengah,” papar Koesmayadi dalam diskusi yang digagas Forum Ekonomi Jawa Barat itu.

Oleh karena itu, peningkatan populasi sapi agar ketersediaan daging semakin besar, tergantung keinginan peternaknya. “Apakah petaninya mau meningkatkan populasi? Kalau tidak, percuma saja,” imbuhnya.

Pengusaha Yudi Guntara berpendapat, soal daging sapi ini adalah masalah yang belum ingin diselesaikan pemerintah. Pasalnya, hingga tahun 2009 tidak pernah ada masalah. Ditambah, program swasembada daging sapi yang mengharuskan 90% produk lokal dan sisanya impor, adalah keputusan politis. “Pemerintah bergeming meski tahu pasokan daging kurang,” tukas Yudi.

Terkait persediaan pangan, sejumlah komoditas strategis mengalami surplus pada tahun ini, yakni beras, bawang merah, dan telur ayam. Sementara itu, yang akan mengalami defisit adalah gula pasir, minyak goreng, cabai merah, cabai rawit, dan daging sapi. (VIL)

Related posts