Lakukan Malpraktik, Dokter RSHS Diadukan ke Polda

JABARTODAY.COM – BANDUNG

PS, seorang dokter di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, dilaporkan oleh Yuni Astuti Priadi (52) ke Polda Jawa Barat, terkait kasus dugaan salah diagnosa atau malpraktik.

Yuni mengatakan, dia melakukan ini karena ketika itu anaknya, Popy Priyatni (22), mendapatkan perawatan di RSHS Bandung sejak November 2010 hingga 2011, karena sesak nafas. Tapi diagnosa terakhir menyebutkan, Popy mengalami tumor.
“Ketika itu Popy dirawat lantaran mengeluh sesak nafas. Tapi setelah mendapat pemeriksaan yang dilakukan oleh para dokter RSHS, dia didiagnosa memiliki tumor ganas,” jelas Yuni, di Mapolda Jabar, Jalan Soekarno-Hatta, Kamis (20/9).
Setelah itu, Yuni menjelaskan, Popy harus menjalani perawatan dan dijadwalkan menjalani kemoterapi sebanyak tujuh kali. Padahal, sejak awal Popy tidak pernah mempunyai riwayat tumor, hanya asma.
“Ketika harus menjalani kemoterapi yang ketiga kalinya, saya membatalkan. Karena, pas habis kemoterapi yang kedua, Popy mengalami kerontokan rambut. Saya tidak tega melihat kondisi anak saya seperti itu,” ujarnya.
Pihak keluarga akhirnya membatalkan kemoterapi, lantaran sebelumnya sudah melakukan pemeriksaan ke dokter spesialis kanker di RS Dharmais Jakarta dan tidak ditemukan adanya tumor ganas.
“Karena masih ragu, akhirnya keluarga melakukan lagi pemeriksaan guna memastikan hasil diagnosa dengan menjalani pemeriksaan PET-CT scan di RS Gading Pluit dan di RSUP Persahabatan. Dari hasil keduanya, tidak ditemukan tumor atau kanker ganas,” paparnya.
Pihak keluarga sudah meminta penjelasan kepada dokter RSHS yang menangani Popy, yaitu PS. Namun, kata Yuni, dokter tersebut tidak proaktif. “Ketiga rumah sakit itu menyatakan tidak ada tumor. Tapi kok RSHS mendiagnosa adanya tumor. Ini yang saya pertanyakan,” ucapnya.
Hingga Popy meninggal di RS Persahabatan pada 18 Oktober 2011, dirinya masih belum mendapat kejelasan dari pihak rumah sakit, terutama sang dokter.
Atas dasar itulah, Yuni melaporkan kejadian tersebut ke Polda Jabar pada 23 Desember 2011, dan tercatat dalam laporan polisi bernomor LPB/886/XII/2011. Pengacara keluarga, Evi Parwati, mengungkapkan, kasus tersebut saat ini ditangani Direktorat Kriminal Khusus Polda Jabar.
“Kami juga menyertakan bukti berupa hasil rekam medis dari tiga rumah sakit, yang menyatakan hasil pemeriksaan kepada almarhumah Popy tidak ditemukan tumor,” ucap Evi.
Seperti diutarakan Evi yang mendampingi Yuni, saat keluarga melapor, polisi menulis perkara itu masuk tindak pidana tentang fasilitas pelayanan kesehatan atau tenaga kesehatan.
Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jabar, Komisaris Besar Martinus Sitompul, membenarkan pihaknya tengah menangani kasus dugaan tindak pidana bidang kesehatan yang dilaporkan Yuni Astuti Priadi (52) terhadap terlapor, yakni salah satu dokter RSHS berinisial PS.
Martin juga menegaskan, Polda Jabar selalu serius dalam menangani suatu perkara yang diadukan masyarakat. Namun untuk kasus ini perlu penanganan lebih dalam dan serius.
“Kami serius dalam mendalami kasus ini. Sehingga kami melakukan gelar perkara terkait laporan tersebut dan juga menghadirkan pihak pelapor dan terlapor, serta saksi,” ujarnya, saatnya dihubungi melalui telepon, Kamis (20/9).
Dia menambahkan, kasus ini harus melalui pemeriksaan ahli dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), guna mengetahui ada atau tidak kesalahan prosedur dalam diagnosa pasien. Karena, dikatakan Martin, pihaknya tidak mempunyai kapasitas untuk melakukan hal tersebut. “Yang jelas kita pasti akan terus melakukan penyelidikan, makanya kita bekerjasama dengan ahlinya,” tandasnya. (AVILA DWIPUTRA)

Related posts