JABARTODAY.COM – BANDUNG Siti Susanti, korban penyekapan dan kekerasan dalam rumah tangga, melaporkan suaminya, MF, ke Polda Jawa Barat, Senin (27/12/2021). Laporan ini tercatat dalam berkas LP/B/1004/XII/2021/SPKT/Poldajabar.
Kuasa hukum korban, Nandang Suwinda SH menerangkan, kasus ini bermula dari pertengkaran di kafe milik suami korban yang berlokasi di Cileunyi, Kabupaten Bandung. Saat itu, MF menuduh korban mengorupsi uang kafe sebesar Rp 2 juta, dan memaki korban dengan kata-kata kasar di depan seluruh karyawan.
Kejadian itu membuat korban depresi dan meminta pulang ke rumah orang tuanya, namun tak diijinkan. MF malahan mengancam akan menganiaya korban jika keluar rumah tanpa ijin darinya hingga akhirnya pertengkaran terjadi lagi pada Kamis, 23 Desember 2021.
Ketika itu, korban dibentak dengan kata-kata kasar lantaran bersikukuh ingin pulang ke rumah orangtuanya. Hal ini membuat MF naik pitam dan menalak korban. Meski begitu, MF tidak memerbolehkan korban pulang sebelum uang yang pernah diberikan oleh pelaku pada ibunya dikembalikan, sehingga malam itu terjadi penyekapan terhadap korban.
Penyekapan berlangsung hingga pagi ketika ibu dan keluarga korban datang untuk mengembalikan uang yang minta oleh suaminya dan membawa korban pulang.
“Setelah pulang ke rumah, korban depresi berat sehingga keluarga membawa ke Rumah Sakit Santosa untuk,” ujar Nandang, didampingi pengacara senior M. Ijudin Rahmat, Rabu (29/12/2021).
Imas, ibunda korban, mengaku dizolimi dan ditakut-takuti karena mereka merasa keluarga pejabat dan pejabat kepolisian.
“Padahal dari mulai awal pernikahan kami sudah dibuat malu. Mereka gak bawa uang sepeserpun. Setelah menikah anak saya dibentak dan diperlakukan tidak manusiawi sampai uang yang saya minta sebagai ibu mertuanya harus dikembalikan dengan menahan anak saya semalaman,” katanya.
Selama perjalanan dari Pangandaran ke Bandung untuk menjemput sang anak, Imas mengaku tidak tenang. Hal itu lantaran anaknya terus menelepon dan mengatakan ingin bunuh diri.
“Benar-benar biadab. Kalau saya tahu kelakuannya seperti itu, saya tidak akan permah mengijinkan mereka menikah,” ujar ibu dari lima orang anak.
Sementara itu, paman korban, M Asep, yang mendampingi korban dalam pelaporan, mengungkap, sebelum ke Polda pihaknya mendatangi dulu Komnas Perempuan.
Setelah diperiksa secara medis baru pihaknya dirujuk ke Polda Jabar untuk membuat BAP. Usai membuat BAP, Asep baru tahu kalau korban pernah disuruh menggugurkan kandungan oleh suaminya.
“Itu ada saksi dan rekamannya, memang benar-benar biadab. Maka itu, kami menyurati presiden dan semua dinas terkait agar kami mendapatkan perlindungan hukum. Tujuan kami hanya satu, yakni meminta proses penyelidikan dan penyidikan secara profesional agar kebenaran terungkap dan tidak ada intervensi dari pihak manapun, sehingga penegak hukum bisa bekerja secara maksimal dan kami mendapatkan keadilan. Kami pun baru tahu, ternyata selain korban masih ada korban lain yang pernah dinikahi dan diperlakukan sama,” ungkapnya. (*)