Kemiskinan Sistemik, Rakyat Kian Tercekik

Gravatar Image

Oleh Nurjihaan, Aktivis Muslimah

Aristoteles pernah berkata, “Kemiskinan adalah induk dari revolusi dan kejahatan”. Kemiskinan merupakan problematika yang sangat penting untuk dituntaskan. Akan banyak dampak negatif yang ditimbulkan dari permasalahan ini, seperti meningkatnya angka kriminalitas, gizi buruk, kebodohan dan masih banyak lagi.

Dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Brazil pada tanggal 18-19 November 2024, Presiden Prabowo Subianto menyerukan pengentasan kemiskinan. Beliau mengatakan dalam pidatonya bahwa masalah kemiskinan dan kelaparan dapat memengaruhi pembangunan berkelanjutan dan agenda transisi negara-negara berkembang. Pentingnya kolaborasi global untuk mengatasi masalah kemiskinan dan kelaparan serta diperlukan komitmen bersama untuk mengurangi suhu iklim dan menyelamatkan lingkungan guna mengatasi masalah kemiskinan dan kelaparan (Antaranews.com / 22-11-2024).

Berdasarkan isi dari pidato Presiden tersebut, apakah dengan mengurangi suhu iklim dan menyelamatkan lingkungan saja sudah cukup untuk mengatasi masalah kemiskinan ini? Nyatanya banyak alam yang dirusak demi keuntungan yang akan diperoleh segelintir pemangku kepentingan. Banyak lingkungan yang dirusak demi jalannya pembangunan-pembangunan yang dilakukan pemerintah maupun pihak swasta. Sedangkan banyak rakyat yang menggantungkan kehidupannya dari hasil alam tersebut. Tentunya hal ini semakin membuat rakyat merasa tercekik.

Sebagaimana yang dikutip dari tirto.id tanggal 22 November 2024, Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar mengungkapkan bahwa sektor pertanian menjadi penyumbang kemiskinan terbesar di Indonesia. Sungguh miris, Indonesia dikenal sebagai negara agraris namun banyak petaninya yang hidup miskin.

Kapitalisasi sektor pertanian dari hulu ke hilir menyebabkan harga pupuk mahal, sarana produksi pertanian tak terjangkau oleh petani, pembangunan yang masif menyebabkan alam rusak dan bencana banjir sehingga petanilah yang dirugikan. Begitulah cara kapitalis menciptakan kemiskinan secara sistemis.

Penerapan sistem ekonomi kapitalis membuat masalah kemiskinan sulit untuk dituntaskan. Kekayaan sumber daya alam yang seharusnya dikelola oleh negara justru diserahkan atau dikelola oleh pihak asing. Tentunya ini hanya menguntungkan pemangku kepentingan, bukan menguntungkan rakyat. Benarlah ungkapan yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin.
Kepada siapa lagi rakyat berharap ketika negara Indonesia juga menerapkan sistem ekonomi kapitalis ini.

Bahkan mayoritas negara-negara di dunia ini menerapkan sistem ekonomi kapitalis. Sistem ini hanya menyenangkan penguasa dan pemangku kepentingan. Fokusnya hanya pada keuntungan yang akan diperoleh tanpa melihat dampak negatifnya, termasuk jika dampak tersebut berefek kepada rakyatnya. Begitulah kejamnya sistem ini. Banyak penduduk yang digusur demi pembangunan pabrik, laut menjadi tercemar oleh limbah sehingga nelayanpun semakin sulit mendapatkan ikan segar, pendidikan mahal sehingga pengangguran meningkat, dan masih banyak dampak yang dirasakan rakyat.

Berbeda dengan sistem Islam, perekonomian yang akan diterapkan juga merupakan ekonomi Islam yang sumbernya dari Alquran dan Sunnah. Penerapannya juga bukan secara parsial, tidak hanya menerapkan zakat dan infak, tapi juga sumber pendapatan negara lainnya. Pengelolaannya menggunakan sistem baitul maal, bukan pada perbankan ribawi yang melanggar syariat Allah.

Dalam perekonomian Islam, kepemilikan telah diatur oleh syariat. Diantaranya ada kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara.

Sumber daya alam yang menjadi kebutuhan vital rakyat termasuk pada kepemilikan umum yang hasilnya haram dikelola oleh pihak swasta baik dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini berdasarkan hadist Rosulullah “Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal : air, padang rumput dan api, dan harganya adalah haram. (HR. Ibnu Majah).

Barang tambang yang depositnya tidak terbatas juga termasuk dalam kepemilikan umum, seperti tambang emas, perak, minyak bumi dan lainnya. Tambang ini tidak boleh di privatisasi oleh individu apalagi menyerahkan pengelolaannya pada pihak swasta.

Dari Abyad bin Hammal, ia mendatangi Rasulullah ﷺ dan meminta beliau ﷺ agar memberikan tambang garam kepadanya. Nabi ﷺ pun memberikan tambang itu kepadanya. Ketika Abyad bin Hamal ra. telah pergi, ada seorang lelaki yang ada di majelis itu berkata, “Tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepadanya? Sesungguhnya, Anda telah memberikan kepadanya sesuatu yang seperti air mengalir (al-maa’ al-‘idd).” Ibnu al-Mutawakkil berkata, “Lalu Rasulullah ﷺ mencabut kembali pemberian tambang garam itu darinya (Abyad bin Hammal).” (HR Abu Dawud dan At-Timidzi)

Sedangkan yang menjadi kepemilikan negara yakni ganimah (rampasan perang), jizyah (pajak untuk orang kafir), kharaj, pajak, harta orang-orang murtad, harta orang yang tidak memiliki ahli waris, tanah-tanah yang dimiliki oleh negara.

Semua hasil dari harta tersebut akan dimasukkan kedalam baitul maal yang mempunyai tiga pos pemasukan, yaitu pos kepemilikan negara, pos kepemilikan umum, dan pos zakat. Pendistribusian dari harta tersebut dilakukan secara merata, sedangkan untuk zakat hanya didistribusikan kepada yang berhak menerima zakat.Dengan begitu kekayaan tidak hanya berpusat pada segelintir orang. Tidak ada kesenjangan sosial jika menerapkan sistem ini.

Sebagai kepala negara, Rosulullah pernah membagikan harta rampasan Perang Badar hanya kepada kaum Muhajirin, bukan kepada kaum Ansar, kecuali dua orang saja diantar mereka yang memang duafa. Hal ini dilakukan Rosul merujuk pada perintah Allah dalam Quran Surat Al Hasyr ayat 7 yakni, “… supaya harta itu jangan beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kalian”.

Dengan penerapan sistem Islam ini, kesejahteraan rakyat akan dicapai, ketersediaan lapangan pekerjaan akan banyak .Tentunya bukan menjadi buruh bagi perusahaan asing yang menguasai perindustrian seperti saat ini. Kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan akan diberikan oleh negara, termasuk kesehatan, pendidikan dan keamanan akan diperoleh secara gratis dengan fasilitas yang tentunya makan memuaskan rakyatnya. Sehingga kemiskinan dan kelaparan dapat teratasi dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah.
Wallahu a’lam bisshowab.

Related posts