Kadin : Stop Monopoli Energi Listrik!

 

Ketua Kamar Dagang dan Industri Jabar 2013-2018, Agung Suryamal Soetisno.
Ketua Kamar Dagang dan Industri Jabar 2013-2018, Agung Suryamal Soetisno.

JABARTODAY.COM – BANDUNG

Sejauh ini, pemerintah memang yang berkewenangan penuh untuk menetapkan tarif dasar listrik (TDL). Akan tetapi, penetapan tarif itu bergantung pada tingkat operasional operator yang memproduksi dan mendistribusikan energi listrik, yaitu PT PLN.

“Betul. Pemerintah yang menetapkan TDL. Tapi, itu berdasarkan dan bergantung pada operasional PT PLN. Soalnya, selama ini, di Indonesia, hanya PT PLN yang memproduksi dan menjual listrik kepada masyarakat,” ujar Ketua Kamar Dagang dan Industri Jawa Barat, Agung Suryamal Soetisno, Selasa (29/4/2014).

Memang, aku Agung, pemerintah menggulirkan public service obligation (PSO) atau subsidi listrik bagi masyarakat. Namun, sambung Agung, lagi-lagi, dalam menetapkan PSO, acuan pemerintah tetap pada pengelolaan PT PLN. Melihat kondisi itu, Agung berpendapat, kondisi yang terjadi merupakan hal yang tidak sehat. Itu karena, tuturnya, listrik sangat dibutuhkan seluruh masyarakat.

Sejauh ini, kata Agung, di Indonesia, untuk memenuhi kebutuhan energi listrik, hal itu ‘dikuasai’ oleh satu lembaga BUMN yang tidak lain adalah PT PLN. Menurutnya, pemenuhan penyediaan kebutuhan listrik memang dari beragam sumber. Meski begitu, ketika penjualan berlangsung, itu dilakukan PT PLN.

“Jadi, hanya satu perusahaan yang melakukan seluruh pengelolaan yang berkenaan dengan energi listrik di Indonesia. Luar biasanya, lembaga itu berbentuk perseroan, yang berarti bersifat komersil atau profit oriented. Yang terjadi, listrik, yang menjadi kebutuhan hajat orang banyak, dikelola satu-satunya perusahaan komersial,” papar Agung.

Selama ini, pemerintah senantiasa meminta masyarakat supaya melakukan penghematan energi. Hal lain yang menjadi pertanyaan, ungkap Agung, sampai kini, apakah PT PLN sudah efisien atau belum. Hal ini belum terungkap karena selama ini, di Indonesia, tidak ada perusahaan sejenis lainnya sebagai pembandingnya. Hal itu membuat tidak terciptanya pasar dan kompetisi.

Karena tidak ada perusahaan pembanding, pasar, serta kompetisi yang terjadi itu, Agung menilai, adalah hal yang keliru apabila pemerintah membandingkan tarif listrik antara Indonesia dan negara lain. Ada perbedaan proses produksi dan inputnya antara di negara ini dan negara lain. Untuk itu, imbuh Agung, tarifnya pun tidak dapat dibandingkan. “Perbandingan tarif listrik antarnegera memang perlu. Tapi, hal itu sebatas untuk mendatangkan investor, bukan menetapkan tarif,” lugas Agung.

Agung berpendapat, menyikapi hal tersebut, pemeirntah memiliki dua opsi. Pertama, mencabut sistem monopoli PT PLN. Caranya, membuka pintu bagi perusahaan lain untuk turut mengelola energi listrik. “Kedua, mengembalikan wajah PLN, yang kini berbentuk perseroan  menjadi perum, perusahaan nirlaba (tidak mencari untung). Tugasnya hanya menjalankan misi pemerintah,” tutup Agung. (ADR)

Related posts