Intrik Politik Warnai Kritik Mutasi Pejabat Garut

Farida Sarimaya (Democracy Institute)
Farida Sarimaya (Democracy Institute)

JABARTODAY.COM – GARUT

Polemik mutasi sejumlah pejabat eselon II dan III di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut bukan semata-mata menjadi tanggung jawab bupati. Dalam sistem pemerintahan, promosi dan mutasi dilakukan oleh sebuah tim yang di dalamnya melibatkan sejumlah pihak, termasuk sekretaris daerah (Sekda) selaku ketua Baperjakat. Di sisi lain, kritik terhadap mutasi pejabat dipastikan tidak terlepas dari kepentingan politik.

Demikian dikatakan analis politik Pusat Kajian Demokrasi dan Reformasi Birokrasi “Democracy Institute” Farida Sarimaya MSi saat dimintai tanggapannya tentang polemik mutasi pejabat Pemkab Garut. Farida menjelaskan, mutasi pejabat dipimpin Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) yang dipimpin Sekda. Untuk kabupaten dan kota, mutasi juga harus mendapat persetujuan dari gubernur. Dia menilai aneh bila kemudian Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan terkejut dengan mutasi sejumlah pejabat di lingkungan Pemkab Garut.

“Menyimak dinamika politik di Garut, saya melihat ada banyak kepentingan yang ikut bermain di sana. Ini bisa dimaklumi karena Garut akan melaksanakan pemilihan bupati dalam dua bulan ke depan. Karena itu, setiap kebijakan bupati berpotensi menjadi sasaran kritik lawan politik bupati. Ini lazim terjadi dalam demokrasi,” kata Farida.

Magister Ilmu Politik jebolan Universitas Gadjah Mada (UGM) ini berharap masyarakat Garut tidak terjebak pada intrik politik yang terjadi di lingkaran kekuasaan. Dia percaya masyarakat Garut sudah cerdas dalam menyikapi politik. Daripada terjebak pada pusaran konflik, Nahadi mengimbau warga Garut berusaha mengenali setiap kandidat yang akan bertarung dalam ajang lima tahunan tersebut.

“Tidak kalah pentingnya, kalangan internal pejabat jangan sampai terprovokasi pihak-pihak yang bersengketa. Pejabat lebih baik concern pada tugasnya sebagai pelayan masyarakat. Intrik politik jangan mengganggu pelayanan publik,” tandas Farida.

Ditemui terpisah, Bupati Garut Agus Hamdani kembali menegaskan kebijakan mutasi semata-mata dilakukan untuk kepentingan jalannya pemerintahan. Sebagai orang nomor satu di Kabupaten Garut, Agus mengaku bertanggung jawab atas jalannya roda pemerintahan dan pelayanan publik. Dia juga menegaskan tidak ada aturan yang dilanggar dalam mutasi yang dilakukan awal pekan ini.

“Kami paham betul aturan penyelenggaraan pemerintahan, termasuk ketentutan mutasi pejabat. Nah, mutasi yang dilakukan di Garut ini semata-mata untuk mengisi kekosongan jabatan yang ditinggalkan pejabat sebelumnya. Kalaupun ada mutasi ke lembaga lain di luar yang tadi, itu merupakan efek domino. Kalau ada pejabat yang pindah, otomatis harus ada yang mengisi, kan? Kalau ada yang promosi menjadi eselon II, otomatis ada eselon III yang naik pangkat jadi eselon II. Ini yang perlu dipahami oleh masyarakat,” jelas Agus.

Disinggung mengenai tanggapan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan yang mengaku terkejut dengan mutasi di Kabupaten Garut, Agus mengaku sudah menjalankan proses mutasi sesuai ketentuan. Semua pejabat eselon II, apalagi pejabat eselon III yang promosi ke eselon II, sudah dinyatakan lolos assesment yang dilakukan Baperjakat Provinsi Jawa Barat. Hasil assesment tersebut ditandatangani gubernur. Nama-nama itulah yang kemudian dilantik oleh Agus.

Namun demikian, Agus mempersilakan kepada masyarakat untuk memberikan kritik atas kebijakan yang diambilnya. Lebih penting bagi Agus adalah pelayanan publik tetap berjalan normal. Dengan begitu, tidak ada warga yang terzalimi gara-gara hak untuk mendapat pelayanan dari pemerintah terganggu.

“Silakan saja (untuk memberikan kritik). Saya percaya kritik itu juga diberikan kepada saya untuk membangun Garut lebih baik. Yang penting, jangan sampai karena politik kritik yang diberikan menjadi tidak proporsional. Ini tidak elok bagi wajah politik kita. Masyarakat sudah cerdas. Jangan sampai mereka muak mendapat tontonan politik yang tidak sehat,” pungkas Agus.

Sementara itu, sejumlah warga mengaku tidak begitu peduli. Dede Nurhakim misalnya, salah seorang tokoh masyarakat Garut, mengaku lebih mementingkan jalannya pelayanan kepada masyarakat. Persoalan birokrasi di Garut, sambung Dede, sudah sangat kronis. Untuk itu, diperlukan pemimpin yang kuat untuk melakukan reformasi di dalamnya.

“Maka kami mengapresiasi Pak Bupati yang telah melakukan keberanian untuk menata birokrasi yang bersih dan terbuka,” tandas Dede. (NJP)

Related posts