Ini Reaksi Serikat Pekerja Pasca Penetapan UMK 2019

(jabartoday.com/net)

JABARTODAY.COM – BANDUNG — Akhirnya, pada Rabu (21/11), Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar resmi menetapkan nilai upah minimum kota-kabupaten (UMK) 2019. Itu ditandai terbitnya Surat Keputusan (SK) Gubernur Jabar Nomor 561 / kep1220-yanbangsos / 2008 tentang Upah Minimum Kabupaten-Kota di Jabar pada 2019.

Terbitnya putusan itu menimbulkan reaksi, berupa penolakan kalangan serikat pekerja. “Kami kecewa atas penetapan UMK 2019 sebesar 8,03 persen,” tandas Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jabar, Roy Jinto, Rabu (21/11) malam.

Kekecewaan itu, jelasnya, karena penetapan UMK 2019 mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) 78/2015. Hal itu, lanjutnya, bertentangan dengan pasal 88 ayat (4) Undang Undang (UU) 13/2003 karena tidak mengacu pada 3 hal, utamanya, Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Semula, ujarnya, pihaknya berharap Pemprov Jabar mengacu pada UU 13/2003. Padahal, secara hirarki, kekuatan hukum UU lebih tinggi daripada Peraturan Pemerintah. Berbeda dengan Jatim, tutur Roy, yang berani menetapkan UMK 2019 sebesar 24,57 persen.

“Intinya, kami menolak penetapan UMK tersebut. Kami segera konsolidasi untuk melakukan perlwanan, baik jalur hukum maupun pergerakan massa,” tegas Roy.

Dia mengatakan, di antara 27 kota-kabupaten di Jabar, hanya Kabupaten Pangandaran yamg kenaikan UMK 2019-nya sebesar 10 persen. Roy menilai kenaikkan UMK Pangandaran berpotensi menimbulkan masalah karena kenaikannya tidak sama dengan UMK di wilayah Jabar Selatan bagian Timur.

Bahkan, sahutnya, kenaikan UMK Pangamdaran lebih tinggi daripada Kota Banjar. Padahal, tukasnya, Kota Banjar memilki industri lebih banyak daripada kabupaten baru itu.  (win)

Related posts