JABARTODAY – SUMEDANG
Industri televisi Indonesia sedang mengalami era foolish or perish. Mereka yang menolak menayangkan program yang sedang tren, akan tergilas oleh kompetitor yang tidak ragu berbuat apapun demi rating.
“Meski sadar akan kesalahannya, kebanyakan pemimpin industri merasa tidak kuasa untuk tidak ikut-ikutan mengambil jalan rendahan. Jika tidak ikut goyang dangdut yang amat vulgar dan merangsang, mereka akan terkubur oleh acara dangdut di televisi sebelah,” kata Dede Mulkan dalam orasi ilmiah berjudul “Mari Kita Cerdas Menonton Televisi” dalam rangka Dies Natalies FIKOM UNPAD ke-51, Sumedang Rabu (21/9).
Menurut Dede, produksi program-program massal, ikut-ikutan televisi lain karena sedang laku, sudah merupakan keharusan. Pasalnya, keinginan pasar tidak bisa dihindari oleh mereka yang mau bertahan dalam industri yang sangat kompetitif itu.
“Pertanyaannya, sejauh manakah sebuah stasiun televisi mau dan berpaling untuk tidak menayangkan program berselera rendah, program yang membodohkan bangsa, demi mencapai rating yang lebih tinggi?” tanya Dede.
Ditambahkan, semua orang yang pernah melihat televisi Indonesia tentu tidak sulit mencerna bahwa pendidikan dan penyadaran publik untuk bisa berpikir cerdas bukan tujuan utama siaran televisi di negeri ini. Sebab, faktanya jajak pendapat yang pernah diadakan sebuah harian nasional menunjukkan bahwa khalayak merasa puas dengan tayangan-tayangan televisi saat ini.
“Melawan media secara cerdas, menjadi kata kunci bagi para orangtua dalam menyikapi tayangan televisi akhir-akhir ini. Sebab, kita tidak mungkin memaksa pengelola media televisi untuk menuruti kehendak kita, menyediakan tayangan-tayangan yang sesuai dengan harapan kita,” ujar Dede. (haifa fauziyyah)