ICTL: Jaksa Penyidik Tidak Profesional, Dasar Hukum Jerat IM2 Lemah

Direktur Eksekutif ICTL Sulaiman N. Sembiring (JABARTODAY.COM/FZF)

JABARTODAY.COM – JAKARTA

Direktur Eksekutif Indonesia Center for Telecommunication Law (ICTL) Sulaiman N. Sembiring menegaskan bahwa dasar hukum yang menyatakan kerjasama PT. Indosat Tbk. dan PT. IM2 bersalah sangat tidak berdasar.  Tuduhan dan sangkaan yang digunakan Penyidik hanya berdasarkan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.  UU No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi, tidak dijadikan dasar hukum. Hal ini dinilai aneh mengingat bahwa isu atau bidang yang menjadi objek dari sangkaan adalah bidang telekomunikasi, maka mestinya UU di atas dijadikan dasar sangkaan, namun faktanya tidak demikian.

“Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 yang mengatur tentang telekomunikasi yang jelas-jelas merupakan  payung hukum dalam penyelenggaraan telekomunikasi  tidak dijadikan dasar. Ini aneh dan ganjil. Penyidik bekerja asal-asalan dan cenderung memaksakan kasus ini sebagai kasus korupsi,” tegas Sulaiman pada acara Telkomedia Forum bertajuk ‘Bedah Kasus IM2 Demi Kelangsungan  Industri Telekomunikasi’ yang diselenggarakan di Jakarta, Rabu (12/12).

Mantan aktifis Indonesian Centre for Environtal Law (ICEL) ini mengungkapkan dalam kerjasama Indosat dan IM2  tidak ada pelanggaran hukum. “Jika kita mencermati pasal demi pasal pidana yang terdapat di dalam UU 36/99, tidak ada satu pun ketentuan pidana yang dilanggar,” ungkapnya.

 

Penyidik Tidak Bekerja secara Profesional

Lebih lanjut Sulaiman menilai  jaksa penyidik bekerja secara tidak profesional karena telah melakukan penyidikan berdasarkan laporan yang tidak berdasar, dan telah mengabaikan amanat Jaksa Agung Basrief Arief agar tidak mudah menetapkan seseorang sebagai tersangka sebelum diperoleh bukti yang kuat sebagaimana yang pernah disampaikan pada peringatan hari Anti Korupsi sedunia 9 Desember 2011.

“Jika Jaksa selalu berpendapat bahwa biarlah hakim yang memutuskan maka ada 3 indikasi buruk. Pertama, Jaksa bekerja asal-asalan sehingga menambah stigma buruk masyarakat atas kejaksaan. Kedua, Jaksa penyidik/penuntut berpotensi membebani pengadilan dengan kasus-kasus yang tidak layak disidangkan. Ketiga, Jaksa menganggap Menkominfo RI dan BRTI salah atas keterangan mereka yang menyatakan bahwa kegiatan IM2 dan Indosat adalah legal dan tidak melanggar hukum,” tuturnya.   

Ia menambahkan, kalau memperhatikan penjelasan Menkominfo dan BRTI  sebagai regulator bahwa  kegiatan IM2 itu sesuai Undang-undang, maka  sesuai dengan ketentuan  Pasal 50 KUHP yang berbunyi “Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan Undang-undang, tidak dipidana”.

“Indar Atmanto telah menjelaskan secara rinci mengenai seluruh aktifitas PT. IM2 yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan di bidang telekomunikasi, termasuk kepatuhan terhadap batasan izin yang diberikan. Dengan demikian, merujuk pada ketentuan Pasal 50 KUHP, perbuatan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, maka IA tidak dapat dipidana,” jelasnya.

Selain itu, hingga kini  tidak ada fakta hukum adanya tindak pidana. Hal tersebut dilihat dari substansi yang termuat dalam (1) Berita Acara Pemeriksaan Penyidik (2) Penjelasan resmi Pemerintah melalui Menteri Komunikasi dan Informatika RI dan (3) pendapat para ahli (pakar) di bidang teknologi, bidang hukum administrasi keuangan dan ahli hukum telekomunikasi.

Dengan demikian, tegas Sulaiman, demi keadilan dan kepastian hukum, penyidikan harus dihentikan. Karena, tersangka berhak segera mendapat kepastian hukum atas kasus yang menimpanya sebagaimana diatur dalam Pasal 50 ayat 1 KUHAP. (Fahrus Zaman Fadhly)

Related posts